Wahai Tuhan kami, berilah kami beroleh dari isteri-isteri dan zuriat keturunan kami : Perkara-perkara yang menyukakan hati melihatnya dan jadikanlah kami imam ikutan bagi orang-orang yang (mahu) bertakwa. (Al-Furqan:74) akhifaizul Blogging Portal


Tuesday, June 29, 2004

7 Tips For Improving Our Relationship With Quran

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

This are a few tips for us to be more close with Quran. Reciting Quran should be our daily habits. Let us strive our best to be close with HIS Kalam.

1. BEFORE WE TOUCH IT, CHECK OUR HEART

The key to really benefiting from the Qur’an is to check our heart first, before we even touch Allah's book. Ask ourself, honestly, why are we reading it. Is it to just get some information and to let it drift away from us later? In reading Quran let it be ikhlas for Allah. Remember that the Holy Prophet Muhammad (peace and blessings be upon him) was described by his wife as a "walking Qur’an": in other words, he didn't just read and recite the Qur’an, he lived it.

2. DO YOUR WUDHU (ABLUTION)

Doing our Wudhu is good physical and mental preparation to remind us that we are not reading just another book. We are about to interact with God, so being clean should be a priority when communicating with Him.

3. START WITH 5 MINUTES EVERYDAY

Too often, we think we should read Qur’an for at least one whole hour. If we aren't in the habit of reading regularly, this is too much. Start off with just five minutes daily. If we took care of step one, Insya Allah (God willing), we will notice that those five minutes will become ten, then half an hour, then an hour, and maybe even more!

4. TRY TO UNDERSTAND.

Five minutes of reading the Qur’an in Arabic is good, but we need to understand what we are reading. Make sure we have a good translation of the Qur’an in the language we understand best. Nowaday there are alot of Tafseer available in market that had been translated into our own tongue such such as tafseer Buya Hamka and Syed Qutb. Always try to read the translation and understand what is stated in the Quran. By understanding the wahyu we will be able to be more closed to our Khaliq.insyaALLAH....

5. REMEMBER, THE QUR’AN IS MORE INTERACTIVE THAN A CD.

In an age of "interactive" CD-ROMs and computer programs, a number of people think books are passive and boring. But the Qur’an is not like that. Remember that when we read Qur’an, we are interacting with Allah.

6. DO NOT JUST READ, LISTEN TOO.

There are now many audio cassettes and CDs of the Qur’an, a number of them with translations as well. This is great to put on your walkman or our car's CD or stereo as we drive to and from work. Use this in addition to our daily Qur’an reading, not as a replacement for it.

7. MAKE DOA (SUPPLICATION).

Ask Allah to guide us when we read the Qur’an. Our aim is to sincerely, for the love of Allah, interact with Him by reading, understanding and applying His blessed words. Making doa to Allah for help and guidance will be your best tool for doing this.
"The Best And Most Beautiful Things In The World Cannot Be Seen Or Even Touched, They Must Be Felt With The Heart!"

HOME

Monday, June 28, 2004

Fingerprints

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

"Does man think that We cannot assemble his bones? Nay, We are able to put together in perfect order the very tips of his fingers." (al-Qiaamah: 3-4)
Unbelievers argue regarding resurrection taking place after bones of dead people have disintegrated in the earth and how each individual would be identified on the Day of Judgement. Almighty Allah answers that He can not only assemble our bones but can also reconstruct perfectly our very fingertips.

Why does the Qur'an, while speaking about determination of the identity of the individual, speak specifically about fingertips? In 1880, fingerprinting became the scientific method of identification, after research done by Sir Francis Golt. No two persons in the world can ever have exactly the same fingerprint pattern. That is the reason why police forces worldwide use fingerprints to identify the criminal.

1400 years ago, who could have known the uniqueness of each human's fingerprint? Surely it could have been none other than the Creator Himself...Subhanallah .....

This article was taken from dr Zakir Abdul-Karim Naik small book ,Quran & Modern Science Comapatible or Incompatible. It is a small book that can be find at Saba Islamic Media outlet....cewah .... promo Saba sekejap ...

HOME

Sunday, June 27, 2004

Amaran terhadap Mulut Celupar

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Salah satu kesempurnaan iman seseorang adalah kemampuannya untuk mengucapkan perkataan yang baik-baik. Sekiranya ia tidak mampu, maka cukup memadailah dengan sikap diamnya. Dalam hal ini sahabat Abu Hurairah ra. berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda:Ertinya:

"Sesiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau (lebih baik) berdiam."(HR: Bukhari dan Muslim)

Pada hadith di atas, terdapat dua perkara yang menjadi kesempurnaan iman seseorang. Yakni sentiasa berkata baik dan bersikap diam. Berkata baik bagi orang yang mampu dan memiliki ilmu untuk berbuat dernikian. Diam adalah bagi orang yang tidak marnpu berkata-kata dengan kebaikan atau bagi tujuan meninggalkan ucapan celupar yang tidak berfaeclah bahkan menyakitkan hati orang lain.

Hasan al-Basri berkata: "Telah sarnpai (satu berita kepadaku) bahawa Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud sebagai berikut: "Allah SWT mernberi rahmat kepada seorang harnba yang berkata-kata lalu ia mernperolehi faedah, atau ia diam yang menjadikan dirinya selarnat."(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi dari Anas dengan sanad daif)

Terdapat seorang lelaki meminta nasihat kepada Nabi Isa as. Ia berkata: "Tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang membawa aku masuk syurga!" Nabi Isa menasihati: "Janganlah karnu bercakap selama-lamanya." Ia menjawab: "Sesungguhnya saya tidak akan sanggup, berbuat demikian." Lalu Nabi Isa pun berkata: "Janganlah kamu bercakap sehinggalah ia berfaedah dan membawa kebaikan." Nabi Sulaiman bin Daud as. pula bersabda: "Bercakap itu ibarat perak dan diam adalah ibarat emas." Pada hadith yang lain Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Simpanlah lidahmu kecuali membawa kebaikan, kerana dengan demikian bererti engkau telah dapat mengalahkan syaitan." (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari sahabat Abu Zar)

Sahabat Ibnu Mas'ud ra.berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Manusia itu ada tiga macam. Ada yang mendapat pahala, ada yang selamat dari seksaan dan ada pula yang binasa. Yang mendapat pahala adalah orang yang mengingati (berzikir) kepada Allah SWT, yang selamat dari dosa adalah orang yang diarn, dan yang binasa adalah orang yang terperangkap kepada perbuatan (perkataan) batil." (HR at-Tabrani)

Baginda Rasulullah SAW memberi garis panduan tentang perbezaan yang ketara antara lidah orang mukmin dan lidah orang munafik. Sabda baginda SAW sebagai berikut yang bermaksud:

"Sesungguhnya lidah orang mukmin itu di belakang hatinya. Apabila berkehendak ingin mengatakan sesuatu, nescaya difahaminya (lebih dahulu) menerusi hati kemudian baru dilakukannya dengan lidahnya. Ada pun lidah orang munafik pula berada di hadapan hatinya. Apabila ia bercita-cita terhadap sesuatu nescaya dilakukannya dengan lidah dan tidak difahami sama sekali dengan hatinya."(Diriwayatkan oleh al-Kharaithi dati Hasan al-Basri)

Jika diperhatikan kandungan hadith di atas, sesungguhnya orang yang bercakap lepas atau dengan kata lain mulut yang celupar adalah sebahagian dari sifat dan sikap orang munafik. Kerana itu seorang muslim jika ia akan bercakap mesti difikirkan lebih dahulu adakah mengandungi faedah atau sebaliknya. Segala risiko yang akan berlaku akibat percakapan yang diucapkan akan difahami dengan sepenuhnya sehingga sama sekali tidak membawa mudarat bagi dirinya dan orang lain.

"Sesiapa yang banyak percakapannya nescaya mereka terdedah kepada kesilapan. Sesiapa banyak kesilapannya nescaya banyaklah dosanya. Dan siapa yang banyak dosa nescaya neraka adalah lebih utama baginya."( HR Abu Na'im)

Terdapat beberapa asar (yakni ucapan dan perbuatan para sahabat), di antaranya adalah seperti berikut;

Ibnu Thaus menyifatkan lidah sebagai binatang buas, jika tidak dijinakkan nescaya ia akan menerkam mangsanya. Seterusnya ia berkata: "Lidahku itu adalah binatang buas, jika aku lepaskan, nescaya ia akan makan diriku."

Wahab bin Munabih, seorang sahabat yang banyak mengetahui cerita nabi-nabi Israel berkata: "Adalah menjadi hak ke atas orang yang berakal untuk mengetahui keadaan zamannya, menjaga lidahnya dan menghadapi segala persoalan dengan baik." Hasan Al-Basri berkata: "Tiada memahami agamanya bagi orang yang tiada menjaga lidahnya."

Umar bin Abdul Aziz ra, salah seorang Khalifah dan daulah Bani Umaiyah yang paling terkenal dengan kealiman, kewarakan dan keadilannya, telah mengutus surat kepada Al-Auzai sebagai berikut ; "Amma Ba'du, sesungguhnya orang yang banyak mengingati mati, nescaya ia redha dengan seclikit dari apa yang diperolehi di dunia. Dan orang yang banyak menghitung perkataannya dari perbuatannya, nescaya akan menjadi sedikit percakapannya, ia hanya akan berkata ketika ada keperluan."

Sesungguhnya diam itu mempunyai dua kelebihan bagi seseorang, iaitu akan menjadi selamat agamanya dan boleh memahami temannya. Kerana itu benarlah kata Muhammad bin Wasi kepada Malik bin Dinar. "Bahawa menjaga lidah itu lebih sukar bagi manusia berbanding menjaga dirham dan dinar (yakni menjaga harta benda)."

Diceritakan bahawa Al-Mansur bin al-Mu'taz salah seorang tokoh Sufi terkenal, beliau tiada bercakap walau satu patah perkataan pun sesudah solat Isyak selama 40 tahun. Al-Rabin bin Khaisam pula tiada bercakap dengan perkataan dunia selama 20 tahun. Pada suatu hari ia ditanya tentang sebab-sebab ia diam. Maka ia menjelaskan sebagai berikut: "Ketahuilah bahawa bahaya lidah itu sangat banyak, antaranya ialah bohong, mengumpat, marah, riya', nifak, mengkeji, berbantah-bantahan, menyakiti orang lain, mencabul kehormatan orang lain dan sebagainya."

Salah satu cara untuk memberikan motivasi kepada diriagar tidak banyak bercakap adalah sentiasa ingat dan yakin bahawa tiada satu patah perkataan yang diucapkan melainkan ianya akan dicatitkan oleh malaikat. Sebagaimana firman Allah SWT:

"Tidak ada sebarang perkataan yang dilafazkannya (atau perbuatan yang dilakukannya) melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang sentiasa sedia (menerima dan menulisnya)." (Al-Qaf :18)

Setiap perkataan tidak pernah terlepas dari salah satu empat keadaan iaitu: mengandungi mudarat semata-mata, mengandungi manfaat, terkandung di dalamnya manfaat dan mudarat dan yang terakhir tidak ada manfaat dan juga mudarat.

Yang mengandungi mudarat, maka lebih baik dan bahkan mesti diam sahaja. Begitu juga yang mengandungi manfaat dan mudarat, maka ia bagaikan satu pertaruhan yang mungkin rugi ataupun untung. Jika diam maka sudah mesti dia akan beruntung. Adapun yang mengandungi manfaat, selalunya akan disertai satu kemudaratan sebagai cabaran terhadapnya. Yang terakhir pula yakni ucapan yang tiada mengandungi manfaat dan mudarat, maka sesungguhnya ia adalah sia-sia belaka sekiranya diucapkan.

Artikel ini diperolehi dari sebuah buku karangan Abu Mazaya yang bejudul Penawar Hati dan Penenang Jiwa. Kesibukan urusan kerja membuatkan diri ku tidak sempat untuk menambah entry sejak kebelakangan ini. insyaAllah minggu depan pon agak sibuk juga. doakan perjalanan ku ke southern region dipermudahkanNya. ameennn .....

Terima kasih diucapkan pada seorang sahabat yang mengajar bagaimana nak create a new link with a new window ...syukran jazeelan ....

HOME

Wednesday, June 23, 2004

Omong Kosong, Tiada Kebaikan.

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Allah mengurniakan lidah kepada manusia agar digunakan untuk perkara-perkara yang mendatangkan faedah kepada diri sendiri, individu lain dan masyrakat umumnya. Percakapan yang sia-sia adalah dicela oleh Allah, sekalipun ianya tidak sampai kepada peringkat yang haram. Ini kerana, jika seseorang hanya menggunakan lidahnya untuk kebaikan dan membawa manfaat, ini bererti dia telah bersyukur kepada Allah ke atas lidah yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Benarkah bersyukur kepada Allah itu suatu yang diperintahkan? Memang tidak dapat dinafikan menjadikan kewajipan kita sebagai makhlukNya untuk bersyukur atas nikmat yang dikurniakan, sungguh malang lah kita jika kita tidak tahu bersyukur atas nikmat yang dikurniakanNya. Mahukah kita menjadi rakan-rakan syaitan yang telah engkar akan perintah Allah.? Menjadi kewajipan kita untuk memanjat rasa syukur kepada Allah yang telah mengurniakan kita pelbagai nikmat.

Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, nescaya Aku tambahkan(kenikmatan) ke atas mu, dan jika kamu engkar keatasnya, sesungguhnya azab seksaKu adalah sangat pedih. (Ibrahim:7)

Dari sisi lain, percakapan kosong atau berbual yang tidak membawa manfaat bererti telah menyia-nyiakan masa yang dengan kata lain seseorang tersebut telah terperangkap kepada perkara yang dibenci, iaitu pembaziran waktu.

Sesungguhnya orang yang berbual-bual kosong, pada hakikatnya telah mengalami satu kerugian yang besar tanpa disedari oleh individu itu sendiri. Kita mungkin tidak sedar akan perbuatan kita yang membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Andai kata masa itu kita gunakan untuk bertafakur (memikirkan keAgungan Allah yang mendatangkan rasa takjub kepadaNya dan membawa kepada taqwa) atau berzikir dan seumpamanya, nescaya kita akan memperolehi faedah yang besar.Salah satu cara kita menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah atas kurniaan nikmat lidah ialah selalu mengucapkan kata-kata yang baik. Cuba meninggalkan omong-omong kosong dan kata-kata kesat.

Di sini, adalah sangat wajar kalau seorang mukmin sejati itu dapat disifatkan sebagai berikut, Diamnya adalah berfikir dan bertafakur, pandangan matanya sebagai satu isyarat dan tutur katanya adalah zikir semata-mata.

Hendaklah dimaklumi bahawa modal bagi setiap hamba Allah ialah waktu dan masanya. Jika ia tidak pandai menggunakan waktu untuk kepentingan dirinya bagi mencari kebahagian dunia dan akirat, bererti ia telah kehilangan modal dan menderita kerugian.

Masa itu satu kehidupan adalah satu ungkapan yang paling sesuai bagi seorang muslim. Inilah ungkapan yang pernah diingatkan oleh seorang sahabat. Sahabat muda yang berjiwa besar dan matang. Masa bukanlah emas kerana emas boleh dijual beli dan boleh diganti tapi mana mungkin kehidupan yang telah berlalu dapat dikembalikan. Maka sebab itulah Imam Ghazali dalam 6 teka-tekinya kepada muridnya ada menitik beratkan tentang masa lalu. Masa yang telah berlalu adalah suatu yang paling jauh dan tidak mungkin dapat kita kembali walau bagaimana kita inginkannya sekalipun. Artikel ini adalah adaptasi dari tulisan Abu Mazaaya Al-Hafiz.

Sat lagi nak bertolak pi JB. One day trip. Site survey. Doakan perjalananku selamat dan dipermudahkanNYA ya sahabat-sahabat.

HOME

Sunday, June 20, 2004

Solat lima waktu - 80 peratus tidak mengerjakannya

In The name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Minggu lepas mungkin di antara kita ada yang membaca tulisan Zuarida Mohyin di dalam akhbar utusan Utusan Malaysia. Hari Isnin 14 June 2004.Bahagian Agamanya Sewaktu menikmati makan tengahari di kedai mamak berdekatan dengan ofisku, terselak satu page yang betul2 menyentuh. Percaya atau tidak. Itu adalah realitinya. Realiti yang kita semua patut lihat sebagai satu gejala yang sebenarnya merbahaya. Solat lima waktu - 80% tidak mengerjakannya. Solat yang merupakan tiang Agama sudah mula dipandang enteng oleh masyrakat kita. Penulis (Zuarida) berpeluang menghadiri majlis pelancaran buku DFMK, yang mana di majlis tersebut DFMK mendedahkan situasi yang saya kategorikan ini parah. Sememangnya parah!!! Masyrakat melayu Islam Malaysia sudah tidak mempedulikan tuntutan agama. Tuntutan yang dianggap tiang agama. Jangan sampai kita semua terpengaruh dengan ideologi komunisme yang diasaskan oleh Karl Marx sudah ... nauzubillahi min zalik .... Idea yang berjaya mengkorup segelintir golongan masyrakat. Idea yang menyatakan Agama itu ibarat candu kepada masyarakat. Secara peribadi saya rasa Karl Marx GILA!!!!Cuba menidakkan sunatullah. Memang tak masuk dek akal kita yang waras.

Bacalah artikel yang ditulis oleh Zuarida itu. Mungkin kita akan rasa terkejut. Ada sesetengah ibubapa yang tidak sanggup mengejutkan anak-anak mereka semata-mata kasihan pada mereka (macam tak masuk akal kan bunyinya) Mungkin mereka tidak sedar dengan cara mereka ini membuatkan kanak-kanak merasakan solat itu suatu yang tidak wajib. Masa tidak mengizinkan untuk terus menulis, sekadar berkongsi bahan yang mengejutkan diriku minggu lepas. Moga kita semua sentiasa beroleh hidayah dan taufikNya agar menjadi insan yang diredhaiNya. Dalam berusaha mencari keredhaanNya marilah kita sama-sama berusaha melaksanakan segala tanggungjawab kita sebagai seorang muslim.

HOME

Emaan dan Malu - Gandingan yang menghiaskan manusia

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Rasulullah s.a.w pernah bersabda yang bermaksud: "Sifat malu merupakan salah satu cabang daripada cabang-cabang Iman" (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Berdasar hal itu, malu merupakan salah satu sifat yang mulia yang dikurniakan oleh Allah S.W.T. kepada hamba-Nya. Seseorang yang memiliki sifat malu mampu menahan dirinya daripada melakukan sesuatu perbuatan keji. Oleh sebab itu sifat malu menjadi pelengkap kesempurnaan seseorang insan. Menurut Ibnu Maskawaih, sifat malu merupakan sikap yang boleh mempertahankan diri daripada melakukan dosa. Orang yang malu, takut melakukan perbuatan yang tidak baik. Hakikatnya sifat ini salah satu sifat peribadi orang yang beriman.

Sifat malu dan masyarakat Melayu sebenarnya begitu sinonim, saling bertaut antara satu sama lain. Bahkan banyak pepatah Melayu yang mengungkapkan perkataan malu. Kita biasa mendengar pepatah seperti "malu-malu kucing", "malu bertanya sesat jalan", "malu berdayung berdayung perahu hanyut", "malu makan perut lapar", dan lain-lain lagi. Pepatah Melayu yang sedemikian itu sebenarnya lahir daripada tata pergaulan dan budaya masyarakat Melayu itu sendiri.

Sebenarnya timbul rasa malu pada seseorang bermula daripada mata. Barangkali itulah hikmahnya mengapa Allah S.W.T. meletakkan kedudukan deria penglihatan ini di bahagian atas tubuh manusia. Tujuannya tentu untuk memudahkan hamba-hamba-Nya melihat. Apabila mata melihat perkara dosa dan maksiat, disalurkan kepada hati. Dengan itu mudah dijauhi.

Dalam hal ini, Rasulullah s.a.w meminta umatnya agar berhati-hati apabila melihat sesuatu, agar tidak menggunakan nikmat mata yang diberikan oleh Allah itu ke arah kemaksiatan kepada-Nya. Rasulullah s.a.w telah bersabda seperti yang diriwayatkan daripada Abi Umaimah r.a yang bermaksud: "Tidaklah orang Islam itu apabila dia memandang pada kehormatan wanita kemudian dia menundukkan pandangannya melainkan diberikan oleh Allah S.W.T. suatu ibadah yang terdapat padanya kemanisan (iman) dalam hatinya."

Seandainya hati seseorang sudah dihiasi dengan iman yang sempurna maka lebih dalamlah sifat malunya. Tetapi seandainya nafsu lebih banyak menguasai hati nescaya hilanglah rasa malunya. Oleh sebab itu, pengukuhan hati dengan nur iman inilah yang akan menentukan sejauh mana kemampuannya untuk mengawal mata agar bersifat malu, tunduk, dan merendahkan pandangannya. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud:
"Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang yang beriman, hendaklah mereka sentiasa merendahkan pandangan dan memelihara kehormatan mereka" (Surah an-Nur: 30).

Dalam sebuah hadith Qudsi, daripada Abdullah bin Mas'ud r.a bahawasanya Rasulullah s.a.w telah bersabda yang bermaksud: "Sesungguhnya pandangan mata (yang diharamkan) merupakan panahan beracun daripada panahan Iblis. Sesiapa yang menundukkan pandangannya kerana takut kepada-Ku, akan Aku tukarkan (pandangan) dengan iman yang dapat dirasai kemanisannya dalam hati" (Hadith Riwayat Tabrani dan al-Hakim).

Imam al-Jurjani berpendapat bahawa sifat malu merupakan cermin peribadi Mukmin yang dianugerahkan oleh Allah S.W.T. kepada setiap hamba-Nya. Hal ini menyebabkan orang yang beriman enggan melakukan dosa, mereka takut, dan malu kepada Allah S.W.T. Jadi, malu yang dikurniakan kepada hamba-Nya adalah untuk menjadikan mereka orang yang terbaik.

Walau bagaimanapun malu pada seseorang boleh menjuruskan kepada kebaikan dan juga keburukan. Apabila malu tercetus seperti yang dituntut dalam Islam maka malunya akan membawa kepada kebaikan. Malu ini berpunca daripada keimanan kepada Allah S.W.T. Sebaliknya apabila malu datang daripada dorongan syaitan dan nafsu, maka seseorang itu akan malu untuk melakukan kebaikan. Sebenarnya, iman dan malu merupakan dua perkara yang saling berkait antara satu sama lain. Jika salah satu daripada keduanya hilang maka rosaklah seluruh pancainderanya. Ketika itu deria matanya sudah tidak malu untuk melihat perkara yang diharamkan, telinganya sudah hilang malu untuk mendengar umpat dan fitnah orang, kakinya pula sudah tidak malu untuk melangkah ke lembah kemaksiatan.

Menjadi kewajipan bagi setiap orang yang beriman menjaga agar tidak tercabut sifat malu demi menjaga iman terhadap Allah S.W.T. Dalam masa yang sama, hati perlu dijaga kerana pada hatilah terletak iman dan malu itu. Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: ".....Ingatlah, sesungguhnya pada tubuh badan manusia itu ada seketul daging. Jika baik daging itu, maka baiklah keseluruhan anggota jasadnya tetapi jika rosak daging itu maka rosak jugalah keseluruhan anggota jasadnya. Yang demikian itu ialah hati" (Riwayat Bukhari).

Junjungan Besar Rasulullah s.a.w merupakan seorang yang pemalu.Oleh sebab itu, sebagai umat Rasulullah s.a.w. kita perlulah berusaha mencontohi peribadi Baginda. Malu yang bersifat imani ini hanya boleh didapati melalui proses makrifatullah iaitu mengenal Allah S.W.T. Yakni mengenal sifat-sifat-Nya serta ilmu-Nya yang melampaui segala maklumat yang tersembunyi di hati manusia. Dalam hal ini Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud:
"Mereka cuba menyembunyikan (keburukan) daripada manusia, tetapi mereka tidak mampu (berselindung) daripada (pengetahuan) Allah, padahal Allah sentiasa bersama mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahsia yang Allah tidak redhai. Dan sesungguhnya (ilmu) Allah meliputi segalanya terhadap apa yang mereka lakukan" (Surah an-Nisa': 108).

Oleh hal yang demikian, mereka yang benar-benar mengenal Allah pasti akan berasa malu. Malu yang akan menjadikan manusia malu kepada Allah, taat beribadah, warak, dan berperibadi yang baik sama ada di hadapan khalayak ramai atau waktu bersendirian.

Sebenarnya, sifat malu ini wajar dilatih dan dipupuk bermula dari rumah lagi. Ibu bapalah yang sepatutnya menanamkan akhlak malu kepada anak-anak. Manakala di sekolah pula guru-guru yang bertindak sebagai fasilitator, wajar memperkemaskannya melalui didikan sehinggalah berjaya diterapkan dalam masyarakat.

Dalam sebuah hadith yang diriwayatkan daripada Abi Mas'ud al-Badri r.a, dia berkata: Rasulullah s.a.w telah bersabda mafhumnya: "Sesungguhnya sesuatu yang dipegang oleh manusia daripada ucapan kenabian yang pertama ialah: "Jika engkau tidak berasa malu maka perbuatlah perkara yang engkau inginkan" (Riwayat Bukhari).

Berdasarkan hadith ini, jelas kepada kita bahawa malu merupakan sifat dan budaya para Anbia' sejak Nabi Adam lagi. Tegasnya, sifat malu amat besar peranannya dalam membentuk peribadi Muslim dan ummah keseluruhannya. Sifat malu itulah yang mampu mencegah dan menahan masyarakat daripada melakukan perbuatan-perbuatan buruk.

Orang yang tidak memiliki sifat malu ini, mereka akan tenggelam dalam setiap perbuatan keji dan mungkar. Mereka tidak akan malu lagi untuk melakukan kemaksiatan, malah dicanangkan ke merata ceruk dan berbangga dengannya. Jelasnya, apabila masyarakat Islam hilang rasa malu, mereka akan melakukan apa sahaja yang diinginkan.

Realiti yang jelas pada hari ini, kejahatan dan kemungkaran yang semakin bertambah parah itu berpunca daripada hilangnya sifat malu pada umat akhir zaman ini. Yang amat menyedihkan dalam hal ini, kebanyakan kes melibatkan orang-orang Islam sendiri. Kes-kes bersekedudukan dan sumbang mahram misalnya, bukan lagi menjadi isu sensitif. Malah cerita sedemikian rupa sudah dikomersialkan di dada-dada akhbar, buku-buku dan juga majalah hiburan.

Kegawatan akhlak yang berlaku dalam masyarakat kita hari ini, samalah seperti yang berlaku di negara barat yang sudah hancur nilai moral dan akhlaknya. Seorang sahabat Rasulullah s.a.w yang bernama Salman al-Farisi pernah berkata yang bermaksud: "Sesungguhnya apabila Allah S.W.T. menginginkan kehancuran dan kebinasaan seseorang hamba-Nya, maka Dia akan mencabut daripada dirinya sifat malu. Apabila sudah dicabut sifat tersebut, maka dia tidak akan bertemu dengan Allah S.W.T. lagi, kecuali dalam keadaan dia amat dimurkai. Apabila dia sudah berada dalam keadaan sedemikian, maka akan dicabut daripada dirinya sifat amanah, lantas dia tidak akan menemui Allah S.W.T. lagi, kecuali dalam keadaan dia dicap sebagai pengkhianat atau orang yang dikhianati. Apabila dia sudah dilabel sedemikian rupa, maka akan dicabut daripada dirinya pula sifat rahmah (belas kasihan) lantas dia tidak akan bertemu dengan Allah S.W.T. kecuali dalam keadaan dia memiliki sikap keras dan berhati kasar. Apabila dia sudah dalam keadaan sebegitu, maka akan dicabut sebahagian iman daripada tengkuknya, dan apabila sudah dicabut imannya, maka dia tidak akan bertemu dengan Allah S.W.T. kecuali dalam keadaan menjadi syaitan yang dilaknat atau suka melaknat".

Tetapi realiti yang berlaku pada hari ini, sifat malu diletakkan pada keadaan atau tempat yang tidak sepatutnya. Malu tidak bertempat, khususnya apabila melibatkan masalah-masalah agama. Malu seperti ini, dinamakan malu orang jahil. Walhal tidak ada malu dalam melaksanakan amalan agama. Selain itu, terdapat umat Islam yang malu untuk mendalami ilmu agama, apatah lagi perkara yang melibatkan permasalahan yang agak sensitif dan bersifat peribadi. Bukan sahaja perkara yang melibatkan kaum wanita, lelaki juga tidak mahu bertanya kerana malu.

Terdapat juga orang yang malu untuk melakukan kebaikan kerana takut dikata ketinggalan zaman, malu untuk menyatakan pendapat kerana rasa rendah diri yang keterlaluan. Bahkan ada yang malu untuk meninggalkan perkara yang haram atau makruh kerana takut dikatakan, tidak pandai bersosial. Tidak kurang juga generasi kini yang rasa malu untuk menampakkan kebenaran, dan malu untuk mengambil keputusan sesuatu yang benar. Bukan itu sahaja, mereka juga malu untuk menonjolkan kebenaran orang lain atau menyatakan kebenaran orang lain. Malu yang sebegini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Berdasarkan itu, setiap umat Islam harus memiliki sifat malu seperti yang disarankan oleh Islam. Malu bukan sahaja disenangi manusia tetapi Allah dan rasul-Nya.

Artikel koleksi Ukhwah.com

HOME

Thursday, June 17, 2004

Air dan Manusia

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Setiap makhluk yang dijadikan oleh Allah di alam ini dijadikan dari unsur air. Di dalam badan manusia air meliputi 70 % dari kesuluruhan komposisi manusia. Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang hidup daripada air. Air adalah sumber keperluan asas yang sangat penting bagi manusia. Hakikat yang perlu kita akui bahawa tanpa air, kita mungkin tidak dapat menikmati kehidupan ini dengan selamat, selesa dan dan sempurna. ‘Dan telah Kami jadikan daripada air itu itu segala suatu yang hidup maka mengapakah mereka tidak beriman (al-Anbiya;30). Berdasarkan ayat di atas jelas menerangkan bahawa Allah SWT telah menjadikan air itu sebagai satu punca kepada kehidupan dan dengan air ini jugalah Allah memelihara kehidupan tersebut. Asal kejadian manusia itu sendiri berasal daripada sari pati air.

Penemuan saintifik melalui hasil kajian dr. Masaru Emoto seorang pakar air banyak membuka dimensi baru dalam bidang sains. Beliau dilahirkan pada Julai 1943 di Yokohama, Jepun. Latar belakang awal pendidikan beliau ialah bidang sains dan kemanusiaan dari Universiti Yokohama. Pada tahun 1992 beliau dianugerahkan ijazazh kedoktoran dalam bidang perubatan alternatif dari The Open University. Minat beliau dalam bidang kajian air bermuala apabila beliau berkunjung ke Amerika Syarikat. Di sana, Dr. Emoto telah diperkenalkan dengan kajian air secara cluster mikro dan teknologi gelombang magnetik yang membuka jalan kepada penemuan misteri air yang menakjubkan.

Kajian yang telah dijalankan oleh Dr Emoto terhadap air menyatakan ‘air’ mengandungi mesej tersembunyi didalam struktur kristalnya dan mesej-mesej ini memberikan kita gambaran menakjubkan mengenai realiti kita yang sebenarnya. Eksperimen yang dijalankan oleh beliau mendapati terdapat interaksi air dengan semua perkara yang berlaku dipersekitarannya melalui bentuk-bentuk kristal yang terhasil apabila air itu dibekukan pada suhu tertentu. Tindakbalas air pada persekitaran yang positif menghasilkan bentuk kristal yang cantik dan begitu juga sebaliknya, jika persekitaran di mana air diletakkan adalah negatif bentuk kristal yang terbentuk adalah buruk dan tidak menarik. Walaupun eksperimen yang dijalankan oleh beliau nampak mudah dari segi pemerhatiannya, tetapi sebenarnya ianya memberi impak yang cukup besar terhadap perilaku seseorang dan perhubungan antara manusia.

Pada mata kasar kita air merupakan air sahaja, tidak ada bezanya samaada ianya diletakkan dipersekitaran yang positif atau negatif sebenarnya memperlihatkan fitrah kejadian itu mahukan ia (air) ditempatkan disuatu persekitaran yang positif. Ini air, sudah pastilah kita manusia juga mahukan persekitaran positif. Kita juga makhluk Allah yang sentiasa peka kepada fitrah kejadian kita sebagai hamba Allah. Mungkin terdapat sesetengah daripada manusia yang cuba menolak fitrah kejadian manusia yang mana mereka engkar dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah. Mungkin mereka tidak yakin dengan aturan Allah yang Maha Agung lantaran itu mereka mencipta satu undang-undang yang mereka canangkan sebagai selari dengan fitrah mereka seperti human right, demokrasi, liberty atau apa saja nama yang mereka gunakan atas dasar melanggar perintah Allah yang Maha Agung.

‘Dan katakanlah wahai hambaKu (yang beriman), supaya mereka berkata dengan kata-kata yang amat baik (kepada orang-orang yang menentang kebenaran); sesungguhnya syaitan itu sentiasa menghasut antara mereka(yang mukmin dan yang menentang); sesungguhnya syaitan itu musuh yang amat nyata bagi manusia.’ (al-Isra ; 53). Allah di dalam KalamNya memerintahkan supaya kita sentiasa berkata atau menyebut perkataan yang baik-baik sahaja. Apabila kita menyebut sesuatu perkataan, ia akan menghasilkan frequensi tertentu yang kemudiannya berinteraksi dengan alam sekitar. Disebabkan itu jika kita sentiasa menyebut perkataan yang baik-baik, kesannya juga baik, tetapi jika sebaliknya, ianya akan menimbulkan perkara negatif seperti tingkahlaku yang tidak baik atau mempunyai masalah dalam perhubungan sesama manusia.

Air adalah makhluk Allah yang boleh berinteraksi dan ia boleh berinteraksi dengan semua perkara yang ada disekelilingnya. Jika molekul air boleh berubah menjadi satu molekul yang cantik apabila perkataan yang baik-baik dilafazkan, manusia juga begitu. Lafaz kata-kata yang baik boleh mempengaruhi manusia melakukan perkara yang baik. Ini adalah kerana tubuh manusia sebahagian besarnya adalah dari komposisi air, yakni sebanyak 70%. Jika individu itu cenderung melafazkan perkataan yang kurang baik maka individu itu akan cenderung untuk kearah yang tidak baik kerana perkataan mereka memainkan peranan dalam menampilkan watak seseorang individu.

Perkataan yang baik sangat besar kuasanya dalam diri manusia. Apabila kita menyebut perkataan yang baik, ia akan meresap ke dalam diri orang yang mendengarnya dan ianya juga kan berbalik kepada diri individu yang melafazkannya. Ketika Allah memerintahkan Nabi musa a.s bertemu dengan Firaun, Allah telh memerintahkan Nabi Musa agar menggunakan perkataan yang baik-baik, ini adalah kerana perkataan yang baik dan lembut akan terus jatuh ke hati orang yang mendengarnya. Dalam berdakwah juga seseorang perlu menggunakan perkataan yang baik-baik dan penuh hikmah dalam menyampaikan dakwah. Dalam mendidik kanak-kanak perkataan yang baik-baik juga harus digunakan dan begitu juga dalam pembentukan keluarga yang cemerlang. Sudah menjadi fitrah kejadian manusia yang mana kita akan lebih akan tertarik dengan sifat yang baik. Disebabkan itulah dengan menggunakan pendekatan perkataan yang baik-baik adalah satu cara yang berkesan dalam mendidik masyarakat, keluarga, kelompok individu seperti kumpulan pekerja dan sebagainya.

‘Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci Al-Quran.’ (az-Zumar) . Tubuh kita akan sentiasa menyerap perkataan yang baik-baik. Kerana itu agama Islam amat menggalakkan kita membaca Al-Quran. Apabila bentuk molekul air di dalam badan kita menjadi cantik, badan kita akan jadi cergas dan jiwa kita kan tenang. Maka sebab itula Allah menyebut orang-orang yang beriman tenang hati mereka.

Sebagai makhluk ciptaan Allah, sudah menjadi tanggungjawab kita untuk sentiasa mengingati (berzikir) Pencipta kita. Seluruh makhluk, burung, haiwan, gunung-ganang, semuanya bertasbih kepada Allah. Dengan zikrullah ia akan membentuk jiwa menjadi kuat. Akal kita datang dari hati. Jika hati kita kuat insyaAllah akal kita juga bakal kuat. Bila akal kuat tubuh akan kuat. Amalan zikrullah ini adalah antara amalan yang patut kita sebagai seorang muslim lazimkan. Zikrullah tidak terbatas kepada syarat-syarat tertentu, seperti ibadat-ibadat khusus yang lain, dari segi pelaksanaannya zikrullah dilihat sebagai ibadat yang paling mudah untuk dilaksanakan. Ketika beratur di dalam bank, ketika memandu, ketika bersenam dan sebagainya. Dengan memperbanyakkan zikrullah moga-moga molekul-molekul air yang ada di dalam badan kita akan menjadi cantik dan seterusnya moga-moga kita menjadi hamba yang diredhaiNya.

Setiap amalan yang kita laksanakan biarlah ianya adalah ikhlas semata-mata kerana Allah. Biarlah ganjaran ditentukan oleh Allah. Dalam kita memperbanyakkan amalan-amalan soleh biarlah bertunjangkan keikhlasan bukannya mengharapkan ganjaran semata-mata dari Rabb. Sesungguhnya Allah telah mengurniakan kita dengan pelbagai nikmat, cuma kita sebagai manusia jarang bersyukur dengan nikmat yang dikurniakan olehNya.

Sunday, June 13, 2004

Antara Belajar Tak Habis dgn Belajar Tak Habis-Habis

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

 

Sekadar untuk berkongsi artikel yang ditulis Us Amaluddin Mohd Napiah. Artikel ini boleh dibaca dalam bentuk hardcopy di dalam Majalah I Bulan Jun. Topik bulan nie agak menarik juga. "Islam Hadhari;Gimik Politik atau Agenda Realistik." Dan insyaALLAH bulan depan (Julai) Majalah I akan membicarakan tentang Kepercayaan terhadap kemunculan Imam Mahdi dan Nabi Isa. Opsss! seisi promotion Majalah I plak sekejap.

 

DALAM kehidupan beragama, kefahaman yang tepat itu penting sekali. Berserta gandingan iman dan akhlak, kefahaman yang tepat juga bagaikan nyawa bagi agama. Justeru penting dan asasinya perkara ini, sejarah telah mencatatkan bahawa Nabi Muhammad s.a.w. pernah mendoakan sahabat‑sahabatnya yang akan dihantar sebagai guru besar umat di serata pelosok bumi dengan doa;“Ya Allah, kurniakanlah kepadanya kefahaman dalam agama.”

 

Maka sebagai seorang Muslim sejati, sewajar dan selayaknya ia bercakap, bertindak, merancang dan menghukum berdasarkan kefahaman yang tepat lagi sahih. Bukan main congak‑congak dan tangkap muat sahaja. Bukan boleh bercakap menurut logik akal dan nafsu semata-mata. Bukan boleh menghurai Islam menurut kaca mata nasionalis, sosialis, kapitalis, marxis.

 

Dewasa ini, kedengaran ramai orang kelihatan berdegar‑degar bercakap dalam soal agama. Walhal kalau diteliti, kefahaman mereka tidaklah sampai ke mana, malah bercelaru dan jauh dari disiplin ilmu. Tak kurang juga yang ghairah mahu menghurai berkenaan Islam ialah si jahil yang tidak tahu apa‑apa (tiada langsung kefahaman walaupun pada asas‑asas agama). Dan yang lebih menakutkan bila si jahil itu didapati pernah terbentuk untuk satu tempoh waktu dengan ideologi-ideologi bikinan manusia yang sesat lagi menyesatkan. Malapetaka mencampuradukkan ajaran agama dengan beberapa falsafah ideologi sesat itu pasti berlaku. Kala itu, jadilah agama macam ais kacang. Bermacam‑macam warna jadinya!

 

Sekadar didedahkan kepada beberapa istilah Arab dan menghafal beberapa ayat dan hadis, ada umat Islam yang sudah rasa 'ok' dan mantap kedudukan agama mereka di sisi Allah. Sudah belajar setahun dua secara'celup-celup' mereka rasa sudah berpuas hati dan sewenang‑wenang 'menghukum' itu ini. Situasi ini cukup membimbangkan kita. Kenapa?  Musnahnya agama Islam ini lebih cepat berlaku di tangan penganut‑penganutnya yang jahil daripada campur tangan para kuffar yang jelas zahir. Sedarkah kita realiti ini?

 

Sungguh, tidak ada jalan pintas dalam mempelajari agama Allah yang suci lagi diredai ini. Ia mesti bermula sebagaimarta dimulakan oleh Rasulullah s.a.w dan para sahabat yang berjasa. Perhatikan bagaimana tekun dan ghairahnya para sahabat memenuhi setiap majlis ilmu Rasulullah s.a.w. Alhasilnya, mereka bukan sahaja beroleh ilmu, tetapi mereka juga beroleh keimanan clan kefahaman yang mendalam. Bagaimana dengan majlis-majlis ilmu kita?

 

Akhir kalam, budaya Iqra (menuntut ilmu) mestilah dijadikan keutamaan di atas segala perkara. Ambillah masayang lama atau 'Tuluz Zaman' dalam mempelajari agama ini mengikut kesesuaian usia yang masih berbaki. Dan ternyata ia tiada had penghujungnya. Minal mahdi Hal lahdi.

 

Sekali lagi, jangan berpuas hati dengan 'secubit' ilmu yang ada. Belajarlah dan terus belajar! Jelmakan kesungguhan dan kesedaran ini dengan menghadiri dan memenuhi majlis‑majlis ilmu di masjid dan di surau.

 

Tanamkan juga kecintaan ke dalam jiwa remaja dan anak-anak untuk bersimpuh khusyuk menghirup udara kedamaian dan kebenaran di dalam majlis‑majlis yang diumpamakan sebagai taman-taman firdausi itu.

 

Untuk itu, tinggalkanlah majlis umpat‑umpatan, hina‑menghina, kata‑mengata juga majlis 'keduniaan' yang sia‑sia. Sabda Nabi s.a.w.:“Barang siapa yangAllah menghendaki kebaikan bagi dirinya, (Allah) akan memberinya faham terhadap agama”

 

Akhir kata, bukanlah kita tidak boleh berdakwah walaupun ilmu kita tidak mencukupi. Biarlah usaha dakwah kita disertakan keikhlasan dan kefahaman yang sahih dalam sesuatu perkara yang cuba kita sampaikan. Jika kita menanti saat ilmu mencukupi barulah kita berhajat untuk berdakwah mungkin kita tidak akan menyampaikan kebenaran Islam sehingga ke akhir hayat kita kerana ilmu yang kita miliki mungkin tidak sempurna.

  

Sama‑sama kita bermuhasabah.

 

HOME


Do you Yahoo!?
Friends. Fun. Try the all-new Yahoo! Messenger

Saturday, June 12, 2004

The Sun

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful



For a long time European philosophers and scientists believed that the earth stood still in the centre of the universe and every other body including the sun moved around it. In the West, this geocentric concept of the universe was prevalent right from the time of Ptolemy in the second century B.C. In 1512, Nicholas Copernicus put forward his Heliocentric Theory of Planetary Motion, which asserted that the sun is motionless at the centre of the solar system with the planets revolving around it.

In 1609, the German scientist Yohannus Keppler published the 'Astronomia Nova'. In this he concluded that not only do the planets move in elliptical orbits around the sun, they also rotate upon their axes at irregular speeds. With this knowledge it became possible for European scientists to explain correctly many of the mechanisms of the solar system including the sequence of night and day.After these discoveries, it was thought that the Sun was stationary and did not rotate about its axis like the Earth. I remember having studied this fallacy from Geography books during my school days.

Consider the following Qur'anic verse:

"It is He Who created The Night and the Day, And the sun and moon : All (calestial bodies) Swim along, each in its rounded course."(al-Anbiya' : 33)

The Arabic word used in the above verse is yasbahun (please refer to Al-Quran). The word yasbahun is derived from the word sabaha. It carries with it the idea of motion that comes from any moving body.If you use the word for a man on the ground, it would not mean that he is rolling but would mean he is walking or running. If you use the word for a man in water it would not mean that he is floating but would mean that he is swimming.

Similarly, if you use the word yasbahun for a celestial body such as the sun it would not mean that it is only flying through space but would mean that it is also rotating as it goes through space. Most of the school textbooks have incorporated the fact that the sun rotates about its axis. The rotation of the sun about its own axis can be proved with the help of an equipment that projects the image of the sun on the table top so that one can examine the image of the sun without being blinded. It is noticed that the sun has spots which complete a circular motion once every 25 days i.e. the sun takes approximately 25 days to rotate around its axis.

In fact, the sun travels through space at roughly 150 miles per second, and takes about 200 million years to complete one revolution around the center of our Milky Way Galaxy
"It is not permitted to the sun to catch the moon, nor can the night outstrip the day : Each swims along in its own orbit (according to law)" (Yassin:40)

This verse mentions an essential fact discovered by modern astronomy, i.e. the existence of the individual orbits of the Sun and the Moon, and their journey through space with their own motion. The 'fixed place' towards which the sun travels, carrying with it the solar system, has been located exactly by modern astronomy. It has been given a name, the Solar Apex. The solar system is indeed moving in space towards a point situated in the constellation of Hercules (alpha Lyrae) whose exact location is firmly established.The moon rotates around its axis in the same duration that it takes to revolve around the earth. It takes approximately 29V2 days to complete one rotation.

The light of the sun is due to a chemical process on its surface that has been taking place continuously for the past five billion years. It will come to an end at some point of time in the future when the sun will be totally extinguished leading to extinction of all life on earth. Regarding the impermanence of the sun's existence the Qur'an says:
"And the sun runs its course for a period determined. For it;that is the decree of (HIM). The exalted Might, The All-Knowing"(Yassin:38)

The Arabic word used here is mustaqarr, which means a place or time that is determined. Thus the Qur'an says that the sun runs towards a determined place, and will do so only up to a pre-determined period of time-meaning that it will end or extinguish.

Other verse shows us that the sun will extinguish is
"......He has subjected the sun and the moon (to His Law)! Each one runs (its course) for a term appointed. He doth regulate all affairs, explaining the Signs in detail, that ye may believe with certainty in the meeting with your Lord." (Ar-Raad:2)

Article was written by Dr. Zakir Abdul Karim Naik

HOME

Lens.....

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful



I would rate Masjid Sultan Sallehudin Abdul Aziz Shah, Shah Alam as one of the beutiful masjid in Malaysia.
Dan jemaah nya boleh tahan ramai .... alhamdulillah ....

InsyaAllah starting from 17 June 2004 till 20 June 2004 this masjid will organize a carnival. "Karnival Mesra Masjid" yang membawa tema "Masjid Imarah, Ummah Bertaqwa" . Karnival akan diadakan di dataran Masjid. Kemuncak acara bagi karnival ini ialah Forum Perdana yang akan berlangsung pada 19 June 2004 jam 2100 sehingga 2330 dengan membawa tajuk "Masjid Imarah, Ummah bertaqwa"

Bagi peminat nasyid, kumpulan yang dijangka hadir ialah Hijjaz, UNIC, Soffies dan In-team. Persembahan kumpulan nasyid akan diadakan pada sebelah malam. Pada sebelah siangnya pelbagai aktiviti dijalankan seperti pertandingan azan, pertandingan bercerita, pertandingan tilawah, pameran dan pelbagai lagi.

Di sini disertakan jadual kumpulan nasyid dijangka akan mengadakan persembahan (insyaALLAH)

17/6/2004 - Hijjaz
18/6/2004 - UNIC
19/6/2004 - SOFFIES
20/6/2004 - Inteam

Segala maklumat adalah benar semasa pengumuman ini ditulis, sebarang perubahan adalah diluar pengetahuan penulis dan pihak masjid berhak menukar agenda mereka. Untuk keterangan lanjut sila hubungi nombor ini : 03-55199988/66 dan borang-borang penyertaan boleh didapatidi Pejabat Pentadbiran Masjid Negeri.

Friday, June 11, 2004

Istidraj

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Alhamdulillah …Segala puji bagi Allah Tuhan sekelian alam.Hari ini ingin berkongsi ilmu tentang istidraj.Terima kasih sahabat kerana berkongsi ilmu.Teruskan berkongsi. Teruskan forwarding such email. I really appreciate your email.

Artikel ini pernah kubaca dahulu, cuma tidak berkesempatan untuk dikongsi dalam catatan kerana time constraint.Alhamdulillah ada plak sahabat yang menghantar email yang berkaitan tentang istidraj ini, yang mana kurasa ianya dikupil dari Tafseer Buya Hamka mungkin, Tafseer Al-Azhar yang pernah kubaca.

Istidraj

Apakah istidraj? Ianya adalah pemberian nikmat Allah kepada manusia yang mana pemberian itu tidak diredhaiNya. Inilah yang dinamakan istidraj. Rasullulah s.a.w.bersabda , "Apabila kamu melihat bahawa Allah Taala memberikan nikmat kepada hambanya yang selalu membuat maksiat (durhaka), ketahuilah bahawa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah SWT." (Diriwayatkan oleh At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi)

Tetapi, manusia yang durhaka dan sering berbuat maksiat yang terkeliru dengan pemikirannya merasakan bahawa nikmat yang telah datang kepadanya adalah kerana Allah berserta dan kasih dengan perbuatan maksiat mereka.Masih ada juga orang ragu-ragu, kerana kalau kita hendak dapat kebahagian di dunia dan akhirat kita mesti ikut jejak langkah Rasullulah saw dan berpegang teguh pada agama Islam.

Tetapi bagaimana dengan ada orang yang solat 5 waktu sehari semalam,bangun tengah malam bertahajjud, puasa bukan di bulan Ramadhan sahaja,bahkan Isnin, Khamis dan puasa sunat yang lain. Tapi, hidup mereka biasa sahaja. Ada yang susah juga. Kenapa? Dan bagaimana pula orang yang seumur hidup tidak solat, puasa pun tak pernah, rumahnya tersergam indah,kereta mewah menjalar, duit banyak,dia boleh hidup kaya dan mewah.

Bila kita tanya, apa kamu tak takut mati? Katanya, alah, orang lain pun mati juga, kalau masuk neraka, ramai-ramai. Tak kisahlah! Sombongnya mereka,takburnya mereka.

Rasullulah s.a.w. naik ke langit bertemu Allah pun tak sombong, Nabi Sulaiman, sebesar-besar pangkatnya sehinggakan semua makhluk di muka bumi tunduk di bawah perintahnya pun tak sombong! Secantik-cantik Nabi Yusof dan semerdu suara Nabi Daud, mereka tak sombong. Bila sampai masa dan ketikanya, mereka tunduk dan sujud menyembah Allah.

Manusia istidraj - Manusia yang lupa daratan. Walaupun berbuat maksiat, dia merasa Allah menyayanginya. Mereka memandang hina kepada orang yang beramal. "Dia tu siang malam ke masjid, basikal pun tak mampu beli, sedangkan aku ke kelab malam pun dengan kereta mewah. Tak payah beribadat pun, rezeki datang mencurah-curah. Kalau dia tu sikit ibadat tentu boleh kaya macam aku, katanya sombong." Sebenarnya, kadang-kadang Allah memberikan nikmat yang banyak dengan tujuan untuk menghancurkannya.

Anai-anai, jika tidak bersayap, maka dia akan duduk diam di bawah batu atau merayap di celah-celah daun, tetapi jika Allah hendak membinasakannya, Allah berikan dia sayap. Lalu, bila sudah bersayap, anai-anai pun menjadi kelkatu. Kelkatu, bila mendapat nikmat(sayap), dia akan cuba melawan api. Begitu juga manusia, bila mendapat nikmat, cuba hendak melawan Allah swt.

Buktinya, Firaun. Nikmatnya tak terkira, tidak pernah sakit, bersin pun tidak pernah kerana Allah berikannya nikmat kesihatan. Orang lain selalu sakit, tapi Firaun tidak, orang lain mati,namun dia masih belum mati-mati juga, sampai rasa angkuh dan besar diri lantas mengaku dirinya tuhan. Tapi dengan nikmat itulah Allah binasakan dia.

Namrud, yang cuba membakar Nabi Ibrahim. Betapa besar pangkat Namrud? Dia begitu sombong dengan Allah, akhirnya menemui ajalnya hanya disebabkan seekor nyamuk masuk ke dalam lubang hidungnya.

Tidak ada manusia hari ini sekaya Qarun. Anak kunci gudang hartanya sahaja kena dibawa oleh 40 ekor unta. Akhirnya dia ditenggelamkan bersama-sama hartanya sekali akibat terlalu takbur. Jadi kalau kita kaya,jangan sangka Allah sayang, Qarun lagi kaya,akhirnya binasa juga.

Jadi,jika kita kaji dan fikir betul-betul,maka terjawablah segala keraguan yang mengganggu fikiran kita. Mengapa orang kafir kaya, dan orang yang berbuat maksiat hidup senang /mewah. Pemberian yang diberikan oleh Allah pada mereka bukanlah yang diredhaiNya. Rupa-rupanya ianya adalah bertujuan untuk menghancurkannya dan mengujinya. Untuk apa hidup ini tanpa keredhaanNya?

Tetapi jangan pula ada orang kaya beribadat, masuk masjid dengan kereta mewah kita katakan itu istidraj. Orang naik pangkat, istidraj. Orang-orang besar, istidraj. Jangan! Orang yang mengunakan nikmatnya untuk kebajikan untuk mengabdi kepada Allah bukan istidraj. Dan jangan pula kita tidak mahu kekayaan. Kalau hendak selamat, hidup kita mesti ada pegangan.

Bukan kaya yang kita cari, juga bukan miskin yang kita cari. Tujuan hidup kita adalah mencari keredaan Allah. Bagaimana cara untuk menentukan nikmat yang diredhai Allah? Seseorang itu dapat menyedari hakikat yang sebenarnya tentang nikmat yang diterimanya itu ialah apabila dia bersyukur nikmatnya. Dia akan mengunakan pemberian ke jalan kebaikan dan sentiasa redha dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Maka segala limpah kurnia yang diperolehi itu adalah nikmat pemberian yang diredhai Allah. Bila tujuan hidup kita untuk mencari keredhaan Allah, niscaya selamatlah kita di dunia dan akhirat.

Thursday, June 10, 2004

Kefahaman Yang Sahih

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Imam Al-Syahid Hassan Al-Banna berkata “Perkara yang saya maksudkan dengan faham ialah saudara meyakii fikrah kita adalah Islamyang tulen. Saudara hendaklah memahami Islam sepertimana kami fahami, dalam lingkungan Prinsip Dua Puluh yang serba ringkas ini”

Keperluan Kefahaman Yang Sahih

Kefahaman yang sahih membantu kesejahteraan amalan pelaksanaan yang baik dan menjaga si pelaku dari tergelincir. Umar Abdul Aziz pernah berkata “Siapa yang beramal tanpa ilmu pengetahuan lebih banyak merosak berbanding mengelokkan.”

Seorang yang ikhlas beramal tanpa kefahaman yang sahih dan tidak meletakkan suatu perkara pada tempatnya, adakalanya boleh tersesat jauh dari landasan yang digariskan oleh Islam. Kelebihan itu bukan terletak pada banyaknya pengetahuan, hafalan dan amalan, tetapi dedngan kefahaman yang mendalam, kefahaman yang sebenar dan kesejahteraan. Rasulullah SAW bersabda “ Seorang faqih itu lebih ditakuti oleh syaitan berbanding seribu orang abid.” (HR At-Tirmizi) Umar Al-Khatab berkata “ Kematian seribu abid yang bangun solat malam dan berpuasa pada siang hari lebih remeh jika dibandingkan dengan kematian seorang bijaksana yang memahami halal-haram disisi Allah”

Rasulullah SAW bersabda :
“Allah memperelokkan rupa orang yang mendengar sesuatu hadith dari kami, lalu beliau menghafalnya sehingga menyampaikannya kepada orang lain. Kemungkinan seseorang itu membawa kefahaman kepada orang yang lebih faham darinya dan kemungkinan orang yang membawa kefahaman bukanlah terdiri dari kalangan orang yang faham (faqih).” (HR Abu Daud)

Memang benar dan jangan kita salah anggap menghafal adalah suatu yang tidak baik. Menghafal dan memperbanyakkan amalan adalah sesuatu yang baik dalam kita mengejar keredhaan Allah. Tetapi amalan soleh yang kita laksanakan tanpa kefahaman ibarat jasad yang tidak akan hidup tanpa ruh. Dan ruh tersebut ialah kefahaman dan fiqh.

Allah telah melebihkan seorang Nabi mengatasi Nabi yang lain kerana dianugerahkan kefahaman mendalam,Allah berfirman ; “Maka Kami beri Nabi Sulaiman memahami hukum yang lebih tepat bagi masalah itu, dan masing-masing (dari mereka berdua) Kami berikan hikmat kebijaksanaan dan ilmu(yang banyak) .......” (Al-Anbiya ; 79)

Allah melebihkan Ibn Abbas sedangkan ia seorang yang masih muda berbading ramai lagi yang alim kerana ia dianugerahkan oleh Allah kefahaman yang baik, maka beliau maka beliau layak menjadi salah seorang anggota majlis Amirul Mukminin Saidina Umar Al-Khatab. Marilah kita berusaha kearah kefahaman yang sejahtera dan cermat. Iaitu kefahaman yang menerobos kepada perkara-perkara yang mendalam. Meletakkan setiap perkara pada tempatnya yang sebenar tanpa cuai dan melampau. Kefahaman yang menyeluruh suci murni dan menyeluruh. Sesiapa yang dianugerahkan oleh Allah kefahaman yang sahih akan dikurniakan oleh Allah kebaikan yang banyak, kelebihan yang besar, selamat dari terpesong dan terpelihara dari kepincangan.

Imam Ibn Al-Qayyim berkata ; Kefahaman yang sahih, dan niat yang baik merupakan antara nikmat besar dari Allah yang dianugerahkan kepada hambaNya. Bahkan suatu anugerah besar selepas Islam dan Iman, tiada yang lebih mulia mengatasinya. Keduanya merupakan tunjang agama Islam dan Islam terbangun diatasnya. Ianya memelihara hamba dari jalan yang dimurkai yang boleh merosakkan niat mereka dan jalan orang sesat yang pincang kefahaman mereka. Ia juga menjadikan mereka tergolong di kalangan orang yang diberi nikmat oleh Allah dan orang yang mempunyai kefahaman dan niat yang sejahtera.Merekalah dikalangan orang yang berada di atas jalan yang lurus, yang diperintahkan ke atas kita agar bermohon untuk dianugerahkan berada di atas jalan mereka pada setiap kali solat.

Kefahaman yang sahih merupakan cahaya yang dikurniakan oleh Allah ke dalam hati para hambaNya, yang membezakan antara baik dan buruk, antara haq dan batil, petunjuk dan kesesatan, penyelewengan dan kebenaran.

HOME

Wednesday, June 09, 2004

Ikhlas

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Imam Hassan Al-Banna pernah berkata

Apa yang aku maksudkan dengan ikhlas ialah : Setiap kata-kata, amalan dan jihad saudara muslim demi Allah, untuk mencari keredhaanNYA dan ganjaran baik dariNYA, tanpa memandang kepada sebarang imbuhan, kemegahan, gelaran terkemuka atau tidaknya. Dengan itu, ia menjadi seorang tentera (pengikut) demi fikrah dan aqidah, bukannya pengikut demi kebendaan dan kepentingan. Firman Allah " Katakanlah olehmu : Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah kerana Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan dengan yang demikian itulah yang aku diperintahkan" Al-An am – 162. Justeru, seorang muslim itu memahami makna yang sering dilaungkan : " Allah adalah matlamat kita dan Allah Maha Besar dan bagi Allah segala pujian."

Ikhlas adalah melakukan amalan semata-mata kerana Allah, menyucikan dari segala tujuan keduniaan. Amalan nya tidak berbaur kegelojohan hawa nafsu, mencari keuntungan, jawatan dan pangkat, kemahsyuran atau inginkan kedudukan dikalangan manusia serta mengharapkan pujian mereka. Menjauhi segala celaan mereka, menuruti hawa nafsu yang tersembunyi atau kepincangan lain termasuk dalam kategori berkehendak selain dari keredhaan Allah. Ikhlas pada pengertian tauhid seumpama ini merupakan antara buah tauhid yang sempurna , yang mengEsakan Allah dalam beribadah. Justeru riya ialah lawan kepada ikhlas adalah syirik kepada Allah.

Terdapat dua rukun bagi amalan yang makbul yakni amalan yg diterima oleh Allah. Bagi setiap amalan soleh terdapat dua rukun dan amalan tidak diterima oleh Allah melainkan dengannya; iaitu Ikhlas dan membetulkan niat dan yang kedua ialah sejajar dengan sunnah dan syarak.

Rukun pertama dapat dilakukan apabila sejahteranya batin, manakala rukun kedua dapat dilaksanakan apabila sahih zahir nya. Sesungguhnya amalan itu dengan niat (Fath Al-Bari). Manakala berkaitan rukun yang kedua pula Rasullah SAW ada bersabda "Sesiapa yang melakukan amalan yang bukan dari agama kami maka ia akan tertolak (HR Muslim)

Allah telah menghimpunkan kedua-dua rukun tersebut pada banyak tempat di dalam firmanNya

" Dan sesiapayang berserah diri bulat-bulat kepada Allah (ikhlas) sedang ia berusaha mengerjakan ihsan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada simpulan yang teguh ……." (Luqman : 22)

Fudhail bin Iyadh berkata tentan firman Allah SWT

"Supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang paling baik amalannya …" Al-Mulk : 2)

Sebaik-baik amalan ialah yang paling ikhlas dan paling betul. Ditanya kepadanya Fudhail bin Iyadh : Apakah yang paling ikhlas dan apakah yang paling betul?" Beliau menjawab " Sesuatu amalan yang dilakukan dengan ikhlas tapi tidak betul, tidak diterima Allah dan jika amalan itu betul tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima oleh Allah sehinggalah amalan itu ikhlas dan betul kerana Allah. Ikhlas hanya kerana Allah manakala betul ialah dengan menurut Rasullah SAW.

Dari penjelasan ini dapatlah kita sama-sama fahami bahawa ikhlas belum memadai untuk menjadikan amalan kita diterima oleh Allah, selagimana tidak selari dengan syarak dan berbetulan dengan sunnah Rasullah SAW. Demikian juga amalan yang disyariatkan tidak akan mencapai martabat diterima, selagi keikhlasan belum menjadi kenyataan dan tidak diniatkan semata-mata kerana Allah. Marilah kita bersama-sama berusaha agar kedua-duanya ini dapat kita laksanakan dalam kita melakukan amal soleh. Sudah pasti kita takut akan amalan kita tidak diterima oleh Allah. Hanya dengan amalan yang ikhlas dan betul sahaja diterima olehNya

HOME

Sunday, June 06, 2004

Zikrullah

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

“Aku di tentang sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku sentiasa Ada bersamanya ketika dia mengingatiKu. Jika dia mengingatiKu dalam dirinya, Aku pun akan mengingatinya didalam DiriKu. Dan jika dia mengingatiKu di hadapan orang ramai, Aku pun akan meningatinya di hadapan orang ramai yang lebih baik dari kumpulannya” (Riwayat Baihaqi)

Huraiannya:

Berzikir kepada Allah s.w.t. sangat penting bagi umat Islam pada bila?bila masa saja. Sebab berzikir itu merupakan suatu Ibadat yang tidak terikat dengan sesuatu syarat. Tidak seperti solat, yang terlebih dahulu dimestikan kita bewudhuk, kemudian untuk memasuki solat juga ada syarat?syaratnya yang tertentu.

Adapun berzikir kepada Allah Taala, dibebaskan kita mengucapkannya di mana-mana saja, tanpa terikat dengan apa-apa syarat pun, asalkan tidak di tempat yang kotor, seperti di tandas, kerana tentulah tidak sesuai tempat itu diucapkan zikir atau doa. Pada tempat?tempat yang lain boleh saja kita berzikir, malah dituntut sangat untuk berzikir, agar masa tidak berlalu dengan sia-sia tanpa lidah kita mengucap dan mengingati Allah. Orang Yang sanggup melakukan seperti ini tentulah pahalanya berganda-ganda, dan Allah sentiasa ada bersama-samanya dan tetap memeliharanya.

Balasan Allah Ta'ala kepada orang-orang yang berzikir itu sentiasa lebih baik dan apa yang kita dapat lakukan. Umpamanya, bunyi Hadis ini kalau kita mengingati Allah di dalam diri kita, yakni di dalam hati, ataupun dalam keadaan bersendirian, niscaya Allah mengingati kita di dalarn DiriNya, ataupun ZatNya Yang Maha Mulia dan Yang Maha Agung. Siapalah kita, sehingga Allah Taala memberikan balasan begitu besar, dan begitu tinggi sekali. Meskipun kita menyembahNya siang dan malam, berzikir kepadaNya siang dan malam, atau seumpamanya, belum boleh kita berhak balasan seperti itu. Akan tetapi Allah s.w.t. Maha Pemurah lagi Penyayang. DiberiNya kita balasan sebegitu tinggi untuk menggalakkan kita supaya sentiasa mengingatiNya. Dan kalau kita terus-menerus mengingati Allah, tiada siapa pun yang akan memperoleh keuntungan daripada amalan itu, kecuali kita sendiri. Tuhan tidak akan mendapat apa?apa faedah atau keuntungan daripada zikir kita itu.

Kemudian sambung Hadis ini lagi: Kalau kita mengingati Allah di hadapan orang ramai, umpamanya di dalam majlis-majlis tahlil, tahmid dan sebagainya, niscaya Dia akan mengingati kita di hadapan orang ramai Yang lebih baik dari kumpulan kita; iaitu di hadapan para MalaikatNya. DikatakanNya kepada para Malaikat itu: Cuba kamu lihat si fulan, dan si fulan, dan si fulan, mereka mengingati Aku. Saksikanlah, bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka. Kemudian sampuk Malikat: Ya Tuhan kami! Di situ ada si fulan Yang terlalu banyak dosanya, dan si fulan yang bukan datang untuk berzikir, yakni maksudnya lain tetapi apabila dilihatnya orang berzikir dia pun duduk bersama?sama berzikir. Maka disahut oleh Allah: Mereka itu adalah suatu kumpulan, Yang tiada seorang pun akan dikecewakan. RahmatKu mendahului kemurkaanKu. Demikianlah maksud dari sebuah Hadis Qudsi Yang lain.

Tetapi bila berzikir, hendaklah bersungguh-sungguh dengan penuh khusyuk dan rendah diri. Jangan sampai lisannya saja yang berzikir, namun fikirannya menerawang ke sana ke mari. Sebab zikir yang sempurna itu ialah bila yang disebut di lisan itu turut diikuti oleh hati dan fikiran, sehingga dia menghayati siapa yang sedang dia berzikir kepadaNya, agar dia dapat membesarkanNya dengan sepenuh perasaan dan memujiNya serta mensucikanNya dengan penuh kerohanian, agar zikir yang diucapkannya terasa kemanisannya. Cara begitulah vang sebaik-baiknva.

Kalaupun tidak dapat sampai ke tingkat berzikir dengan lisan dan hati sekaligus, namun berzikir dengan lisan saja pun memang ada faedahnya, yakni lebih baik daripada tidak berzikir sama sekali. Akan tetapi, kalau beramal itu biarlah senonoh (sempurna). Kita telah duduk penat-lelah untuk berzikir, mengapa sampai tidak menyempurnakannya, supaya kita dapat pahalanya juga sempurna dan cukup. Apa yang menghalangi kita dari mengucapkan zikir itu dengan hati yang hadir dan khusyuk, bukankah itu lebih baik, dan lebih wajar untuk kita katakan zikir kita itu ditujukan kepada Allah Ta'ala. Namun begitu, memang ada kalanya manusia itu terlalai, sehingga. tiada teringat bahwa dia sedang berzikir. Maka yang begitu pun tidak kurang faedahnya dari tidak berzikir sama sekali. Lantaran itu, lazimkanlah diri kita dengan berzikir kerana faedah dan manfaatnya banyak sekali pada diri dan untuk meneguhkan keimanan.

HOME

Thursday, June 03, 2004

Medical Advantages of Sajda (Prostration)

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Nikmat sihat sebelum sakit harus dihargai, apabila telah jatuh sakit kita akan terasa diri kita lemah untuk menjalankan rutin harian. Rutin harian mungkin akan terganggu kerana kurang upayanya kita untuk mengfokus terhadap kerja yang diamanahkan kepada kita. Jatuh sakit merupakan ujian Allah kepada hamba-hambaNya bagi menguji kesabaran dan keredhaan hamba-hambaNya dalam menjalani ujian kecil ini.

Apalah sangat ujian sakit yang ditakdirkan oleh Allah kepada diriku jika dibandingkan dengan ujian sakit yang dilalui oleh Nabi Ayub as. Diriku cukup berterima kasih pada Mu Ya Rabb, dalam ujian yang melanda ini Engkau masih mempermudahkan urusanku. Housemate ku yang cukup memahami. Semalaman aku terlantar di atas katil, sebaik sahaja usai mendirikan solat maghrib aku dah pon terlantar di atas katil. Badan terasa lemah, kebolehan untuk mengfokus sesuatu dalam diriku berkurangan membuatkan diriku rasa kurang selesa dan mengambil keputusan untuk berehat sahaja di atas katil bagi mengurangkan rasa kurang sedap yang kualami.

Alhamdulillah aku dikurniakan housemate-housemate yang cukup understanding and baik hati. Housemateku siap preparekan dinner untukku yang kurang sihat (thank you Mael). Dan seorang lagi housemateku siap tolong pi belikan ubat untuk ku (thank you ayen). Rasa tak sedap badan masih ku rasa hari ini.Ingatkan ari nie nak pi klinik and amik MC, tapi mengenangkan hari nie ada appointment dengan supplier terpaksa ku batalkan hasrat hati untuk berehat hari ini. Takut tergendala lak keje yang nie, sbb ari tu pon memang this job dah tergendala sekejap dek kerana kegagalan supplier. Kalau boleh diriku berharap sangat kali ni agar supplier yang satu nie capable dalam menjalankan task ini.

Hari nie merupakan Birthday ummiku yang ke 53. Semoga ummiku dikurniakan kesihatan yang baik dan berpanjangan agar terus dapat bertaqarrub padaMu Ya Rabb. Alhamdulillah, jam handset ku berbunyi ketika jam hampir menunjukkan pukul 1200 tengah malam. Hampir jam 1200 tengah malam, aku menelefon ummiku yang masih belum tidur. Aku tahu semalam ummiku lewat sedikit tidur, sebab semalam hari Rabu. Call to wish her Happy Birthday, ummiku dapat mendetect anaknya yg sorang nie kurang sihat. Nak buat camna suara pon macam mahu keluar dengan tak mahu keluar je. Bangun untuk call ummi. Alhamdulillah, lepas call ada kekuatan sikit untuk bangun dan makan sikit masakan yang disediakan oleh housemateku tadi. Ya Allah kurniakanlah hambaMu kekuataan untuk mengharungi ujian ini.Ameeennn..

Terasa hari ini ingin berkongsi sesuatu tentang sujud. Dalam membaca terjumpa this topic dan terasa agak menarik untuk di kongsi.

Medical Advantages of Sajda (Prostration)

Sajda (Prostration) is a unique position or stance in the regular prayers, which a Muslim is supposed to offer at least five times a day. Although the basic purpose of obligatory prayers is not to provide an exercise for people yet it is being increasingly recognized that it has plenty of medical advantages for the human body.

Here it is worth mentioning that Holy Prophet Muhammad (peace be upon him) has mentioned in a hadith in Ibn Majah: "That prayer is a cure for many diseases". The position of Sajda in which the forehead touches the ground is exclusively associated with the Muslim form of prayer. It is the climax of a Muslim's prayer and as mentioned in a Hadith a Muslim is nearest to Allah in this position.

The messenger of Allah (pbuh) said: "The nearest a servant comes to his Lord is when he is prostrating himself, so make supplication' (in this state)" In a Hadith narrated by Anas bin Malik (R.A.) Holy Prophet (peace be upon him) advised Muslims to perform Rukuu (bowing) and Sajda(prostration) properly.

In another Hadith he (peace be upon him) advised to perform Sajda(Prostration) and Bowing calmly and to get up only when the body has come to ease. Hence the first positive effect upon a person who prostrates or does Sajda(Prostration) is that he comes nearest to Allah and hence in that condition he can supplicate.

Psychological Advantage:

This is a great psychological advantage and it gives relief to the person concerned as life is full of worries and in this position he gets at least a transient refuge from the agonizing problems.

When a person goes to the position of Sajda(Prostration), his whole body is in active motion. This position can be considered as a mini dive as the musalli (one who offers prayer) goes to rest his forehead on the ground while his hands are placed at the sides. This brings most of the body muscles if not all in active motion and serves to give them some exercise. The hands are then specifically stretched out and hence the forearm as well as arm muscles are supposed to bear the weight in the Sajda(Prostration) position. It gives good exercise to the muscles of the upper limb. The Prophet (peace be upon him) in a hadith advised not to put the forearms flatly on the ground but to keep them elevated above ground and this is better for the forearm and arm muscles.

Sajda(Prostration) is a unique position as this is the only position in which brain (or head) becomes lower than the heart and hence for the first time the blood gushes towards the brain with full force whereas in all other positions (even when lying) brain is above the heart when it has to work against gravity to send blood to the brain. In the position of Sajda(Prostration) due to the increased blood supply the brain receive more nourishment and it has good effect upon memory, vision, hearing, concentration, psyche and all other cognitive abilities.

People who offer their prayers regularly have more will power and can cope with the difficulties of life in a much better manner. They have less incidence of headaches, psychological problems and other defects of cognitive function. In the unique position of Sajda (Prostration) the neck muscles get best exercise. They have to bear the load when the forehead lies at the ground hence the neck muscles become stronger. One can note the tense pressure at the neck muscles in the position of Sajda(Prostration) specially the active motion of the neck and the facial muscles when the head is being lifted. (e.g. one inch above the ground) and it will be noticed that they are in a very active motion.

More strong cervical muscles mean the cervical vertebra will be better protected. Strength of cervical muscles is important as the head rests upon cervical vertebra supported by cervical musculature. In fact head performs rotator movements over the cervical vertebra. In any accident cervical neck examination is especially important to the physicians because of its extraordinary importance. It is uncommon that a person who offers his prayers regularly will get the usual neck myalgias or cervical spondylosis as the neck muscles particularly become very strong due to the 34 sajdas(Prostrations) offered daily in five prayers.

The unique position of Sajda(Prostration) also has positive effects upon the back muscles as while going into Sajda and getting up from it the back muscle contract actively and they become stronger. Probably it is because of this reason that a person who is regular in prayers will (rarely) get backache.

Finally it must be reminded that (even though) prayer is not meant to be an exercise, there are a lot of medical advantages associated with it. Still the best blessing is the peace of mind, which a person derives by the accomplishment of his duty to Allah by fulfilling an obligation.Subhanallah ..... Allah love His servant. Every good deeds always rewarded by Allah even we could not see it with our eyes.

HOME

Wednesday, June 02, 2004

Iman, Taqwa sifat terpuji kemuliaan Muslim dalam mencari kebahagian Hakiki

In The Name of Allah The Most Gracious Most Mercifull

oleh: Engku Ahmad Zaki Engku Alwi

Manusia mempunyai pelbagai keinginan, impian dan cita-cita yang sentiasa menjadi idaman. Impian dan cita-cita yang menjurus kepada usaha menempa kemuliaan diri dan menikmati kebahagiaan sejati serta kesejahteraan hakiki sepatutnya menjadi matlamat utama setiap insan.

Pengertian mengenai kemuliaan dan kebahagiaan berbeza antara seorang dengan seorang yang lain. Secara umumnya, mulia dan bahagianya seseorang dinilai dengan limpahan kemewahan harta benda, taraf kedudukan dan pangkat yang tinggi serta istimewa di kalangan masyarakat.

Namun, ada juga yang mengukur kemuliaan seseorang dengan kesempurnaan hidupnya dengan memiliki sebuah keluarga besar yang bahagia dengan isteri dan anak-anak yang soleh. Tidak kurang juga, segelintir manusia menganggap kecantikan paras badan sudah mencukupi untuk menjamin kemuliaan dan kebahagiaan seseorang.

Islam meletakkan matlamat utama manusia di sebalik kejadian manusia sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Sebagai hamba Allah, manusia yang beriman wajib tunduk dan patuh serta menjunjung segala perintah Allah sama ada suruhan atau larangan-Nya. Sebagai khalifah Allah pula, manusia dilantik Allah untuk mentadbir dan memakmurkan alam berpandukan kepada ketentuan Ilahi iaitu al-Quran dan hadis.

Kedua-dua matlamat itu digalas pada bahu manusia dengan membawa agenda yang satu, iaitu untuk menempa kemuliaan di sisi Allah dan juga menikmati kebahagiaan yang sejati di dunia dan akhirat. Islam perlu dilihat daripada perspektif sebagai addin, iaitu Islam yang paling sempurna dan lengkap dengan panduan hidup untuk manusia umumnya dan umat Islam khususnya.

Sering juga diperkatakan bahawa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari segi kejadian dan ciptaan-Nya. Kenyataan ini memang ada kebenarannya apatah lagi ia diperkuatkan lagi dengan ayat suci al-Quran yang melengkapkan lagi kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia dan terpilih di sisi Allah Taala.

Dalam hal ini, Allah berfirman dalam surah At Tin, ayat 4 bermaksud: "Sesungguhnya Kami mencipta manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (dan berkelengkapan sesuai dengan keadaannya)."

Dalam surah lain, Allah berfirman yang bermaksud: "Dan sesungguhnya kami memuliakan anak-anak Adam; dan Kami beri mereka menggunakan pelbagai kenderaan di darat dan laut; dan Kami berikan rezeki kepada mereka daripada benda yang baik serta Kami lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk yang Kami ciptakan." (Al Isra: 70)

Mafhum daripada nas suci berkenaan dapat disimpulkan bahawa Allah memuliakan manusia dengan menjadikan mereka dalam bentuk yang seelok-eloknya, iaitu pandai berkata-kata, berakal fikiran sehingga dapat menguasai dunia dan isinya.


Manusia diberikan kemudahan bergerak di darat, laut dan udara dengan menggunakan pelbagai jenis kenderaan. Mereka diberi rezeki daripada benda yang baik dan lazat serta diberi kelebihan yang besar daripada kebanyakan makhluk lain.

Tetapi timbul pula persoalan di benak fikiran manusia, iaitu apakah ciri-ciri atau jenis kemuliaan yang sebenarnya dan kebahagiaan yang hakiki menurut kaca mata Islam yang selama ini menjadi rebutan kalangan masyarakat. Sebenarnya Islam adalah Addin yang memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri.

Antara keunikannya ialah Islam adalah agama yang bersifat sederhana dan anjal dalam semua keadaan dan tempat. Maksud sederhana dan anjal ialah Islam bersifat seimbang antara tuntutan duniawi dan ukhrawi. Islam tidak hanya menitikberatkan perkara keagamaan dan akhirat semata-mata, malah tidak meminggirkan perkara keduniaan daripada genggaman manusia.

Sebaliknya Islam menggalakkan agar umatnya menumpukan perhatian kepada kedua-dua tuntutan duniawi dan ukhrawi sesuai dengan perintah Allah yang termaktub dalam surah Al Qasas, ayat 77 yang bermaksud: "Dan tuntutlah dengan harta kekayaan yang dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) dari dunia."

Sebenarnya Islam tidak melihat kemuliaan seseorang manusia dari segi lahiriah saja dengan rupa parasnya, harta, pangkat yang tinggi dan taraf kedudukannya di sisi masyarakat.

Sebaliknya, Islam mempunyai neraca piawaiannya yang tersendiri dengan menilai kemuliaan seseorang dari segi batin dengan imannya, kebersihan hatinya dan ketakwaannya. Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: "Bukanlah kekayaan itu kerana banyak harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan hatinya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Sehubungan itu, Allah menjelaskan dalam satu hadis Qudsi mengenai kekayaan yang sebenarnya menurut Islam.

Allah berfirman yang bermaksud: "Sekiranya kamu taat mengerjakan apa-apa yang Aku wajibkan kepadamu, maka kamu termasuk ke dalam golongan manusia yang paling tekun beribadah; dan jika kamu menjauhi apa yang aku larang terhadapmu, maka kamu termasuk dalam kalangan manusia yang paling memelihara dirinya daripada keburukan dan kejahatan; dan jika kamu rasa memadai dan reda terhadap apa yang telah Aku berikan kepadamu, maka kamu termasuk dalam kalangan manusia yang paling kaya." (Riwayat Al Kharaiti)


Pernah satu ketika Nabi Muhammad berkata kepada Abu Zar: "Wahai Abu Zar! Apakah kamu menyangka bahawa seseorang yang banyak harta adalah orang yang kaya. Sebenarnya kayanya seseorang adalah kerana kaya hatinya dan juga miskinnya seseorang kerana miskin hatinya. Ingatlah bahawa sesiapa yang kayanya berada di dalam hatinya, maka seluruh isi dunia ini tidak dapat membahayakan dirinya daripada apa yang dimilikinya. Dan sesungguhnya apa yang boleh membahayakan dirinya adalah sifat tamaknya."

Oleh itu, kemuliaan seseorang dinilai daripada hatinya yang kaya dengan iman, takwa dan sifat mahmudah (terpuji) yang menggilap hatinya. Inilah antara rahsia kemuliaan dan kebahagiaan yang pernah dirintis oleh generasi Rasulullah dan generasi sahabat selepasnya.

Dengan memperkasakan diri dengan pengisian hati yang sarat dengan iman dan ketakwaan mampu menelusuri segala pancaroba yang merintangi titian hidup dengan semangat waja. Lebih daripada itu, iman dan takwa mampu mencipta keajaiban yang tidak pernah dicipta oleh sesiapa pun sebelum ini.

Maka tidak hairanlah generasi sahabat mampu merentasi gurun sahara yang kering kontang hanya dengan bekalan iman dan takwa yang bertakhta di hati hingga berupaya melakarkan episod gemilang dalam diari sejarah Islam sepanjang zaman.

Tetapi alangkah baiknya seandainya manfaat keduniaan yang diperoleh oleh seseorang manusia dipergunakan dan dijuruskan ke arah kebaikan dan kebajikan umum seperti harta kejayaan jika disumbangkan sebahagiannya kepada fakir miskin. Begitu juga orang yang memiliki kedudukan tinggi sewajarnya memanfaatkan pengaruhnya untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat Islam agar berpegang teguh kepada Islam yang suci.

Sekiranya inilah yang dilakukan oleh seseorang Muslim bermakna mereka adalah orang yang kaya dalam hatinya dan yang pastinya menempatkan dirinya di kalangan umat yang beroleh kemuliaan di sisi Allah dan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.

Untuk mencapai kemuliaan dan kebahagiaan berkenaan, hati seorang Muslim perlu digilap dan dibaja dengan iman dan takwa kepada Allah. Ini kemudian dihiasi pula dengan sifat terpuji yang akan menyuluh sudut hatinya agar ia dapat menyerlahkan ketrampilan akhlak luhur dalam kehidupan.

Inilah ciri-ciri Muslim sejati yang dijamin Allah bakal menjadi penghuni syurga yang dipenuhi nikmat di akhirat sebagaimana firman Allah yang bermaksud: "Sesungguhnya orang yang beriman dan beramal soleh, Tuhan akan memimpin mereka kerana iman mereka yang sempurna. (Mereka masuk ke taman yang) sungainya yang mengalir di bawah kediaman mereka di syurga yang penuh nikmat." (Yunus : 9)

HOME

Tuesday, June 01, 2004

Realiti TV show …….

 In The Name Of Allah The Most Gracious Most Merciful 

Tahun lalu masyarakat Malaysia dikejutkan dengan satu demam baru. Demam Akedemi Fantasia. Demam AFUNDI kononnya …… Demam yang melanda kebanyakan remaja dan tidak ketinggalan juga golongan dewasa. Ada segelintir individu yang sanggup menumpang di rumah kawan-kawan yang melanggan siaran Astro semata-mata untuk melihat bintang ( so called, walaupun belum jadi bintang) pujaan mereka beraksi di atas pentas dan memerhatikan gelagat seharian mereka dikaca TV.Inikah yang dinamakan rancangan realitu TV? Apakah yang real nya? Bukankah aksi mereka boleh dilakonkan? Jadi bukanlah realiti namanya.

Masih ingat lagi dengan rancangan candid camera sekitar lewat 80-an dan awal 90-an. Candid camera merupakan antara pelopor rancangan realiti TV ini. Mungkin sesetengah kita tidak sedar kerana ianya tidak berada di dalam masyrakat kita. Terlalu banyak rancangan yang didakwa sebagai rancangan realiti TV yang dihasilkan oleh negara-negara barat. Masyarakat kita mula kenal dengan rancangan realiti TV ini setelah wujudnya rancangan Akademi Fantasia. Dan impaknya mula terasa oleh masyarakat Malaysia kini kerana ianya telah menyelusupi ke dalam masyarakat kita, tidak seperti rancangan realiti TV milik negara barat kurang dirasai kerana kita tidak berada di dalam lingkungan dan suasana masyarakat Malaysia. Pun begitu terdapat juga masyarakat Malaysia yang obsess terhadap rancangan bercorak realiti TV barat seperti Survivor, American Idol dan sebagainya.

Tahun ini lebih menyedihkan kita sebagai rakyat Malaysia yang beragama Islam. Bagai cendawan tumbuh selepas hujan, program realiti TV semakin banyak di kaca TV. Jika dulu hanya terdapat di siaran berbayar Astro sahaja, tetapi kini siaran TV percuma juga berlumba-lumba untuk mengadakan rancangan hiburan berbentuk realiti TV.

Di sini diriku tidak mahu mengutarakan perilaku yang kurang manis para peserta rancangan yang berbentuk realiti TV ini. Perilaku yang tidak sedap dilihat ini sememangnya mengundang seribu kemarahan umat Islam di Malaysia yang masih sayangkan Islam. Dari pengamatan lepas, rancangan ini jelas menunjukkan perilaku buruk para peserta. Dan rata-rata dari kita TIDAK BERSETUJU dengan tindakan mereka dan pihak penganjur.

Apa sebenarnya yang cuba dilakukan oleh stesyen-stesyen TV ini yang berpusu-pusu untuk menerbitkan rancangan berbentuk realiti TV ini? Adakah mereka cuba melahirkan lebih ramai masyarakat Malaysia yang suka berhibur dan suka menjadi penghibut? Adakah stesyen-stesyen TV ini cuba membentuk satu masyrakat Malaysia yang sentiasa hidup dalam fantasi hiburan? Dari apa yang kita lihat di masa ini, mungkin ada kebenarannya apa, stesyen TV cuba membentuk satu masyarakat yang sentiasa hidu dalam alam fantasi.

Negara memerlukan individu yang realistik, bukannya yang berada dalam fantasi bagi menerajui negara. Kemunculan rancangan seperti ini sebenarnya cuba meruntuhkan dan menjatuhkan negara pada masa hadapan. Masyarakat yang hidup di alam fantasi hiburan mereka tidak mungkin menerajui atau paling tidak menyumbang kepada kemajuan negara. 

Hiburan tidak salah, yang salahnya adalah penghibur. Penghibur gagal memilih genre yang bersesuaian dengan tuntutan Islam. Kebanyakan penghibur di bumi Malaysia ini adalah bangsa Melayu yang beragama Islam, sepatutnya golongan ini peka akan hiburan yang dilarang dan dibolehkan. Hiburan yang membolehkan kita lebih hampir kepada our khaliq amatlah bersesuaian untuk kita.

Berbalik kepada rancangan realiti TV tadi. Apa gunanya melahirkan graduan-graduan yang bertaraf penghibur. Adakah graduan-graduan ini membantu dalam pembangunan negara? Jawapannya pasti semua orang tahu. Menjadi penghibur hanyalah mengisi keseronokan yang sementara. Negara memerlukan golongan profesional seperti doktor, arkitek, akauntan, jurutera dan lain-lain lagi dalam usaha menjana pembangunan negara. Bukannya golongan penghibur.

Apa yang lebih menyedihkan ada sesetengah penghibur mempunyai kelayakan akademik yang melayakkan mereka untuk bekerja di bidang profesional, tetapi mereka memilih untuk menjadi penghibur sebagai karier mereka. Ini merupakan satu pembaziran. Pembaziran pada diri sendiri, negara dan masyarakat. Usaha yang dilakukan bagi mendapat segulung ijazah telah dipersia-siakan. Ijazah bukan lah segala-galanya, tetapi peluang berada di dalam alam pekerjaan merupakan aset yang penting bagi memantapkan pengetahuan di dalam bidang yang kita pelajari semasa di alam universiti. Jika individu yang berkelayakan telah memilih untuk menjadi penghibur secara tidak langsungnya pengalaman dan pengetahuan di bidang berkaitan tidak akan berkembang. Tertiary education is just a stepping stone for a person to excel in his/her undertaking future. Masih banyak yang perlu dipelajari di alam pekerjaan.

Kebanyakan penghibur di negara kita memberi alasan mereka mencari rezeki dengan cara halal. Mereka mempunyai bakat kurniaan Tuhan, jadi apa salahnya mereka mencuba method ini untuk mencari rezeki. Mereka mencari rezeki untuk membantu keluarga mereka. Dan pada mereka apa yang mereka lakukan tidak salah dan halal. Mungkin kebanyakan orang yang mempunyai cita-cita menjadi penghibur tidak faham dengan konteks halal dan haram. Niat yang baik tidak menghalalkan cara.   Adakah artis kita ingin menjadi seperti Robin Hood? Membantu orang dengan melakukan kemungkaran. Bagi sesetengah peserta mungkin kerana mengejar kemahsyuran dan cara mendapat wang yang mudah mendorong mereka mencuba nasib untuk menyertai rancangan realiti TV ini. Bagi mereka dengan menyertai rancangan seperti ini ianya akan menjadi batu loncatan agar mereka dilamar menjadi artis yang kononnya menjanjikan pulangan yang lumayan.

Marilah sama-sama kita berdoa agar rancangan ini akan gagal, rancangan seperti ini banyak mengundang keburukan dari kebaikan. Di sini saya selitkan artikel didalam akhbar utusan yang mengulas kesan psikologi kesan dari rancangan realiti TV. 

 Wallahu ‘alam.

 Segala kebaikan itu datangnya dari Allah Yang Maha Agung, dan segala kelemahan itu datangnya dari diri saya. 

HOME


Do you Yahoo!?
Friends. Fun. Try the all-new Yahoo! Messenger