Wahai Tuhan kami, berilah kami beroleh dari isteri-isteri dan zuriat keturunan kami : Perkara-perkara yang menyukakan hati melihatnya dan jadikanlah kami imam ikutan bagi orang-orang yang (mahu) bertakwa. (Al-Furqan:74) akhifaizul Blogging Portal


Thursday, March 11, 2004

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Hadis Qudsi

Berkata Umar r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. telah bersabda: Allah telah berfirman:

"Siapa yang merendah diri kepadaKu begini (sambil Nabi s.a.w. meletakkan telapak tangannya ke tanah), niscaya Aku angkatnya begini (sambil Nabi membalikkan telapak tangannya ke arah langit.)"(Riwayat Ahmad)
Huraiannya:

Siapa yang merendah diri kepadaKu, yakni Allah. Nabi s.a.w. hanya menunjukkan bagaimana cara merendah diri kepada Tuhan itu, yakni hingga menekupkan telapak tangannya ke tanah. Memang benar sekali, bahwa manusia mestilah merendahkan dirinya kepada Tuhan, dan kalau boleh menunduk hingga lebih rendah dari tanah sekalipun, maka hendaklah ia melakukannya.

Setiap kali kita bersolat menyembah Allah Ta'ala ialah kita menundukkan kepala dan merendahkan diri kepadaNya, sebab Dia adalah Khaliq yang telah mewujudkan kita, dan mentadbirkan segala urusan hidup kita di dunia ini, sedangkan kita adalah hambaNya. Sikap hamba harus taat kepada tuannya, dan dia tidak punya pilihan. Apatah lagi, kalau Tuannya itu ialah Tuhan Allah, yang bersifat Maha Pengasihani, Maha Penyayang dan sebagainya, maka tidak patutlah si hamba itu melupakanNya dan membelakangi segala perintahNya. Kalau si hamba itu tiada mengambil berat terhadap perintah Tuhannya, niscaya Tuhan akan murka dan akan menimpakan berbagai siksa yang pedih ke atasnya kelak di Hari Akhirat, dan pada ketika itu si hamba tidak ada jalan lagi untuk membantah dan membangkang, sebab sudah salahnya sendiri. Dia telah disuruh taat, tapi tidak ikut perintah.

Setelah di dalam solat kita merendahkan diri kepada Tuhan, diluar solat juga kita harus praktikkan sifat 'Merendah diri' ini kepada
sesama makhluk. Merendah diri ini adalah sifat mulia yang dianjurkan oleh syariat Islam, dan menjadi sifat Rasulullah s.a.w.Akan tetapi merendah diri kepada Khaliq tentulah tidak sama dengan merendah diri kepada sesama makhluk. Sifat ini dianjurkan untuk menimbulkan perasaan kasih-sayang antara seorang makhluk dengan makhluk yang lain, masing-masing saling hormat menghormati, sayang-menyayangi, ingat-mengingati dan seterusnya, hingga ikatan persaudaraan itu tersimpul kukuh, tidak mudah terhurai lepas lagi.

Jelasnya, orang yang merendah diri itu, Allah Ta'ala akan mengangkat darjatnya di mana-mana saja, sehingga Rasulullah s.a.w. menunjukkan telapak tangannya ke arah langit. Kalau Tuhan sudah menjanjikan kemuliaan terhadap makhlukNya, tiada kemuliaan lain yang lebih tinggi dan utama dari kemuliaan Tuhan, meskipun kemuliaan itu ada kalanya masih belum kelihatan di dunia ini kerana dunia ini tempat berlalu, usianya hanya sebentar apabila dlibandingkan dengan usia akhirat. Maka pangkat dan kemuliaan yang diperoleh di clunia ini juga sementara jua, jika tidak putus di pertengahan jalan, akan putus pula dengan perpisahan dari dunia yang fana ini.

Lantaran itu kalau pangkat dan kemuliaan di dunia ini tidak menambah pahala dan kebaikannya untuk akhirat, niscayalah tiada gunanya.. Apatah lagi jika kedua-dua sifat ini akan menyebabkan diri mereka tinggi dan memisahkannya dari rakan dan taulan, maka tiadalah faedah dan guna daripadanya sama sekali. Sebab dia akan menariknya kepada bahaya dan kecelakaan di belakang hari lantaran terlalu beratnya tanggungjawab yang dipikulnya, seclang dia tiada terasa sama sekali, kerana syaitan telah menutup pintu hatinya dari mengingatkan tanggungjawab itu.

Wednesday, March 10, 2004

Menghidupkan Semangat Rendah Hati (Tawaddu') dan Menghilangkan Sifat Sombong

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

alhamdulillah..... ari ini dapat menambah koleksi bahan bacaan..
bahan bacaan ini diperolehi dari seorang sahabat pada tahun lepas .....
mudah-mudahan pengisiannya dapat memberi manfaat untuk kita semua, insyaALLAH...
artikel nie ada bunyi-bunyi indonesia sikit ....

mungkin sahabatku ini memperolehi artikel dari sahabatnya yang lain ....
teringat kata-kata sahabatku tempoh hari,
bahasa melayu ker, bahasa indon ker, bahasa inggeris ker, yang penting kita faham dan ada pengisiannya untuk diri kita semua..syukran sahabat....
lama tak dengar khabar ......

Menghidupkan Semangat Rendah Hati (Tawaddu') dan Menghilangkan Sifat Sombong (Takabbur)

"Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku." (Al-A'raf: 146).

Takabbur atau sombong adalah lawan kata dari tawaddu' atau rendah hati, dan merupakan salah satu jenis penyakit hati yang telah memakan banyak korban, seperti Raja Fir'aun dan bala tentaranya, Namrud, Abu Jahal dan Abu lahab, kaum Yahudi dan masih banyak lagi.

Menurut tata bahasa, "takabbur" semakna dengan ta'azhzum, yakni menampak-nampakkan keagungan dan kebesarannya, merasa agung dan besar. Penyusun kamus Lisanul Arab mengatakan "takabbur dan istikbar ialah ta'azhzum, merasa besar dan menampak-nampakkan kebesarannya (sombong)."

Perbedaan antara takabur, ujub dan ghurur adalah bahwa ujub itu mengagumi atau membanggakan diri dari segala sesuatu yang timbul darinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan tapi tidak merendahkan dan meremehkan orang lain.

Ghurur adalah sikap ujub yang ditambah sikap meremehkan dan menganggap kecil apa yang timbul dari orang lain tapi tidak merendahkan orang lain.

"Tidaklah masuk surga orang yang didalam hatinya ada penyakit kibr (takabbur) meskipun hanya seberat dzarroh." Kemudian ada seorang laki-laki berkata : "Sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan sandalnya/sepatunya bagus." Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kibr (takabbur/sombong) itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain." (HR Muslim).

Sebab-Sebab Takabur

1. Rosaknya penilaian dan tolak ukur kemuliaan manusia.

Di antara faktor yang menyebabkan timbulnya takabur ialah terjadinya nilai dan cara pandang manusia yang rosak. Mereka memandang mulia dan hormat kepada orang-orang yang kaya harta, meskipun dia itu ahli maksiat dan menjauhi manhaj dan aturan Allah. Orang yang hidup dalam kondisi seperti ini sudah barang tentu akan begitu mudah sombong, merendahkan dan meremehkan orang lain, kecuali orang yang dirahmati Allah.

"Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaika kepada mereka ? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar." (Al-Mu'minun: 55 - 56).

"Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (dari pada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab. Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang di kehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan pula anak-anak kamu yang mendekatkatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa ditempat-tempat yang tinggi (dalam surga)'." (Saba': 35 - 37).

2. Membandingkan nikmat yang diperolehnya dengan yang diperoleh orang lain dengan melupakan Pemberi nikmat.

"Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang mukmin dan orang-orang kafir) sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang." (Al-Kahfi: 32).

"Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia: 'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat'." (Al-Kahfi: 34).

3. Sikap rendah diri orang lain yang berlebihan.

Kadang-kadang ada sebagian orang yang bersikap tawadhu' secara berlebihan hingga tidak mau berhias dan mengenakan pakaian yang bagus, tidak peduli terhadap orang lain, bahkan tidak mau tampil ke depan untuk memikul amanat dan tanggung jawab. Sikap yang demikian ini kadang-kadang menimbulkan kesan negatif pada sebagian orang yang melihatnya, yang tidak mengetahui hakekat masalah sebenarnya. Lalu setan membisikkan ke dalam hatinya bahwa orang tersebut tidak menghias diri, tidak mengenakan pakaian bagus, dan tidak pernah tampil ke dalam mengurusi urusan umat adalah semata-mata karena miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab. Anggapannya ini kemudian berkembang dengan memandang orang tersebut dengan pandangan rendah dan hina, dan sebaliknya menganggap dirinya lebih besar dan lebih agung. Inilah dia penyakit takabur telah muncul. Alquran dan Sunnah telah mengantisipasi masalah ini. Karena itu disuruhnya manusia menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya.

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (Adh-Dhuhaa: 11).

Sabda Nabi saw, "Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai keindahan." (HR Muslim).

Para salaf mengerti betul akan hal ini, karena itu mereka sangat antusias menceritakan nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada mereka (dengan penuh rasa syukur, bukan sombong) dan mencela orang yang melalaikan hal ini. Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu 'anhu berkata, "Bila engkau memperoleh kebaikan atau melakukan kebaikan, maka ceritakanlah kepada orang yang dapat dipercaya dari antara teman-temanmu." (Al-Qurtubi, al-Jami' li Ahkamil Qur'an).

4. Mengira nikmat yang diperolehnya akan kekal dan tidak akan lenyap.

"Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu'." (Al-Kahfi: 35 - 36).

5. Karena mengungguli yang lain dalam memperoleh keutamaan.

Adakalanya yang memicu takabur bagi seseorang ialah karena lebih unggul dari pada yang lain dalam keutamaan, atau lebih banyak melakukan keutamaan-keutamaan, misalnya dalam bidang ilmu, dakwah, jihad, pendidikan dll. Keunggulan semata-mata tidak ada artinya di hadapan Allah kalau tidak disertai dengan keikhlasan dan kejujuran.

6. Melupakan akibat buruk takabur.

Di antara sebab timbulnya rasa takabbur adalah melupakan akan akibat buruknya.

Akibat Buruk dari Takabur

1. Terhalang dari memperhatikan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu.

Hal ini disebabkan orang yang takabur merasa lebih tinggi dari hamba-hamba Allah yang lain. Maka, secara sadar atau tidak sadar ia telah melampaui batas hingga menempati kedudukan Ilahi. Orang seperti ini sudah barang tentu akan terkena sangsi, dan sangsi atau hukuman yang pertama ialah terhalang dari memperhatikan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu.

" Dan betapa banyak tanda-tanda di langit dan dibumi yang mereka lewati, tetapi mereka berpaling dari padanya." (Yusuf: 105).

2. Kegoncangan jiwa.

Orang yang takabur dan merasa lebih tinggi dari pada orang lain, berkeinginan agar orang lain menundukkan kepala kepadanya. Tetapi, harga diri manusia sudah barang tentu tidak mau berbuat demikian, dan memang pada dasarnya mereka tidak disiapkan untuk hal itu. Sebagai akibatnya timbulah kegoncangan dalam jiwanya.

"Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit." (Thaha: 124).
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, Tuhan akan memberinya siksaan yang berat." (Al-Jin: 17).

3. Selalu dalam keadaan aib dan kekurangan.

Hal ini disebabkan orang yang sombong mengira dirinya telah sempurna dalam segala hal, maka ia tidak mau intropeksi diri sehingga ia tidak mau menerima nasihat, pengarahan, dan bimbingan dari orang lain.

"(Bukan demikian), yang benar, barangsiapa berbuat dosa dan ia telah meliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 81).

4. Terhalang untuk masuk surga.

Dan Rasullullah saw telah bersabda, "Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat zarrah dari takabbur...." (HR Muslim).

Cara Mengobati Takabur

- Mengingat akibat-akibat dan bahaya yang ditimbulkan oleh takabur, baik yang mengenai dirinya sendiri maupun mengenai amal Islami, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi.

- Menengok orang sakit, meyaksikan orang yang akan meninggal dunia, menolong kesusahan, mengantarkan janazah dan ziarah kubur.

- Tidak berteman dengan orang-orang yang takabur dan sebaliknya bersahabat dengan orang-orang yang tawadhu' dan ahli ibadah.

-Suka duduk-duduk bersama orang lemah, orang fakir dan miskin, bahkan makan dan minum bersama mereka, karena hal ini akan dapat membersihkan jiwa dan mengenbalikannya ke jalan yang lurus.

- Suka memikirkan dirinya dan alam semesta, bahkan merenungkan semua nikmat yang diperolehnya sejak yang paling kecil hingga yang paling besar. Siapakah sumber semua itu? Siapakah yang dapat menahan dan menghalanginya? Dengan jalan bagaimanakah seorang hamba berhak mendapatkannya? Bagaimanakah keadaan dirinya seandainya salah satu kenikmatan itu dicabut, apalagi bila dicabut seluruhnya?

- Memeprhatikan riwayat-riwayat orang takabur, bagaimana keadaan mereka dan bagaimana akhirnya, sejak iblis, Namrud, Fir'aun, Haman, Qorun, Abu Jahal hingga para thaghut-yhaghut, para dictator dan orang-orang yang gemar berbuat dosa pada setiap waktu dan tempat.


- Menghadiri majlis-majlis taklim yang diasuh oleh ulama-ulama yang bisa dipercaya dan sadar akan tugas, kewajiban dan akan dirinya. Lebih-lebih majlis yang di dalamnya sering diisi dengan peringatan-peringatan dan penyucian jiwa.

- Meminta maaf kepada orang yang disombongi dan dihinanya.
- Menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepada dirinya dan menceritakannya kepada orang lain.

- Selalu mengingat tolak ukur keutamaan dan kemajuan Islam.

"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu pada pandangan Allah ialah orang yang paling bertakwa." (Al-Hujarat: 13).

- Rajin melakukan ketaatan, karena dengan melakukan ketaatan semata-mata mencari ridha Allah ini akan dapat membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran dan kehinaan-kehinaan, bahkan akan meningkat ke derajat yang lebih tinggi.

"Barangsiapa yang melakukan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman maka benar-benar Kami akan memberinya kehidupan yang baik...."(An-Nahl: 97).

- Melakukan introspeksi untuk mengetahui penyakit-penyakit hatinya sampai dapat mengobatinya hingga kelak akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan.

- Selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT karena Dia akan menolong orang yang meminta pertolongan kepada-Nya dan akan mengabulkan doa orang-orang yang sungguh memohon kepada-Nya.

"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina'."(al-Ghafir: 60).

Oleh : Imron Rosadi
Diadaptasi dari: Terapi Mental Aktifis Harakah, DR. Sayyid Muhammad Nuh
(Dengan Perubahan Kebahasaan Seperlunya)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tuesday, March 09, 2004

Baitul Muslim

In The Name of Allah The Most Gracious The Most Merciful

BAITUL MUSLIM
Ciri-ciri Dalaman Baitul Muslim


ASPEK dalaman merupakan teras utama Baitul Muslim kerana segala kebaikan dan keburukan Akhlak Muslim itu mudah terdorong melalui rupa bentuk dan susun atur fizikalnya. Pertama sekali yang perlu dilihat ialah bilik tidur sesebuah rumah. Sekurang-kurangnya Baitul Muslim mengandungi tiga bilik tidur yang berasingan. Satu bilik untuk ibu bapa dan dua lagi buat anak-anak lelaki dan perempuan. Etika ini telah disusun oleh Nabi s.a w. dalam sebuah hadis yang bermaksud:

"Perintahkanlah anak-anak kamu supaya menunaikan solat apabila usia mereka 7 tahun. Apabila usianya 10 tahun pukullah mereka seandainya mereka ingkar dan pisahkanlah tempat tidur mereka (di antara anak lelaki clan perempuan) " (Riwayat Abu Daud)

Senario kegawatan akhlak seperti kejadian rogol, sumbang mahram atau kes-kes bersekedudukan di antara ayah dengan anak-anak atau yang melibatkan adik beradik berpunca daripada pembinaan rumah yang tidak menepati piawaian yang telah di atur oleh Islam. Islam sangat menitikberatkan pencegahan pada peringkat awal kerana mencegah lebih baik daripada merawat. Oleh itu Islam datang bertujuan untuk memelihara maruah manusia dan menutup apa jua ruang yang boleh membawa kepada kemaksiatan atau kebinasaan. Kes-kes jenayah ini boleh dikurangkan seandainya aspek pembinaan struktur rumah Baitul Muslim seperti yang dijelaskan di ambil kira.

Mesra Tetamu

Baitul Muslim sangat dituntut menyediakan ruang untuk tetamu seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. Hari ini ruang tamu sudah menjadi sebahagian daripada struktur asas pembinaan sebuah rumah sesuai dengan ajaran Islam yang menuntut umatnya, agar mengalu-alukan kehadiran tetamu. Dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Barang siapa yang beriman dengan Allah maka hendaklah dia memuliakan tetamunya. Layanan diberi untuk satu hari dan satu malam; layanan baik diberikan selama tiga hari; lebih daripada itu adalah sedekah; dan adalah tidak dibenarkan bagi tetamu untuk terus tinggal sehingga dia menjadikan dirinya sebagai beban" (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Adab-adab menyambut tetamu dan melayani mereka hendaklah berlegar di sekitar ruang tamu. Oleh itu ruang tamu tersebut mestilah bersifat mesra tetamu atau memenuhi kehendak dan keperluan tetamu yang datang serta tidak terdedah kepada perkara yang diharamkan oleh Allah Taala. Sebaik-baiknya ada bilik khas untuk tetamu yang ingin bermalam atau ruang khas bagi tujuan mempermudah aktiviti-aktiviti keluarga dan kebajikan dan juga usaha-usaha untuk mengangkat syiar Islam.

Mesra Ibadah

Selain daripada mesra tetamu, spesiftkasi Baitul Muslim juga hendaklah mesra ibadah. Oleh itu Baitul Muslim dituntut menyediakan ruang solat dan kelengkapannya buat keluarga terutama bagi kaum wanita. Ini kerana solat di rumah bagi kaum wanita lebih afdal berbanding solat mereka di Masjid. Daripada Ummu Hamidah al?Safdiah, suatu hari beliau bertemu dengan Rasulullah s.a.w. dan berkata: "Wahai Rasulullah sesungguhnya saya lebih suka dapat mengerjakan solat berjemaah bersama engkau. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya aku tahu tetapi solat engkau di rumah lebih baik daripada solat berjemaah di masjid. " (Riwayat Ahmad dan Tobarani)

Hadis di atas dikuatkan pula dengan firman Allah SWT dalam al-Quran yang bermaksud: "Di rumah-rumah yang diperintahkan oleh Allah supaya dimuliakan keadaannya dan disebut nama-nama Allah padanya; di situ juga dikerjakan ibadah dan memujiNya pada waktu pagi dan petang" (Surah al-Nur ayat 36)

Abu al-A'la al-Maududi ketika mentafsirkan ayat di atas menjelaskan bahawa setiap Mukminin wajar memakmurkan rumah mereka dengan aktiviti-aktiviti keagamaan kerana dalam Islam setiap rumah adalah tempat ibadah seolah-olah seperti masjid dan setiap mereka adalah a'bid yang bertanggungjawab untuk menghidupkannya.

Menyediakan Perpustakaan Kecil

Rumah yang baik tidak hanya dinilai semata-mata pada seni bina atau keindahan fizikal sahaja, sedangkan di dalamnya kosong tanpa sebarang pengisian yang boleh memberikan faedah buat penghuninya ataupun tetamu yang datang.

Justeru, Baitul Muslim mestilah menyediakan ruang untuk menempatkan bahan-bahan bacaan ala perpustakaan kecil bagi menambah ilmu pengetahuan mereka. Perpustakaan mini tersebut boleh dimuatkan dengan buku-buku seperti al-Quran atau kitab-kitab rujukan seperti tafsir, sirah Nabi, hadis, fiqh Islam, surat khabar, majalah-majalah dan buku-buku yang bermanfaat.Firman Allah yang bermaksud, " Dan ingatlah serta amalkanapa yang dibaca dirumah kamu dari ayat-ayat Allah (al-Quran) dan hikmah pengetahuan (hadis Rasulullah s.a.w.) Sesungguhnya Allah maha halus tadbirnya lagi Maha Mengetahui. " (Surah al-Ahzab ayat 34)

Secara praktikalnya, bagi rumah yang kecil tidak perlulah disediakan perpustakaan khusus yang pastinya memerlukan ruang yang luas. Walau bagaimanapun sekurang-kurangnya ada rak-rak bacaan yang boleh diletakkan sama ada di ruang tamu atau di bilik tidur atau ruangan yang bersesuaian. Rumah yang kosong daripada sebarang bentuk pengisian mudah dimasuki syaitan dan jauh daripada keberkatan Allah Taala. Apatah lagi apabila diisi dengan unsur-unsur hiburan dan alat-alat yang melalaikan daripada mengingati Tuhan.

Simbol Kesederhanaan

Aspek kesederhanaan juga merupakan ciri-ciri Baitul Muslim. Sama ada yang bersangkut paut mengenai urusan pengurusan, pentadbiran mahupun yang melibatkan pengabdian dan ingatan kepada Allah Taala. Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud: "Bersikaplah dengan sederhana. Amalkan agama bersesuaian dengan kekuatan fizikal kamu. Bersolat pada waktu pagi dan malam dan pada sebahagian malam. Ikuti jalan pertengahan dan kamu akan mencapai matlamat kamu. " (Riwayat Bukhari)

Sebarang bentuk harta atau perhiasan dalaman yang melampau-lampau seperti sutera atau pun daripada emas dan perak sangat di larang dalam Islam kerana ia lambang kepada pembaziran dan kemungkaran. Allah SWT mengingatkan kita dalarn al-Quran yang bermaksud: "Wahai orang yang beriman, janganlah kamu dilalaikan oleh harta kekayaanmu clan anak-anakmu dari mengingati Allah. Barang siapa yang melakukannya maka itulah orang yang rugi. " (Surah al-Munafiqun ayat 9)

Bersifat Rumah Terbuka

Baitul Muslim mestilah bersifat rumah terbuka serta mudah menerima kedatangan tetamu. Nabi s.a.w. pernah bersabda melalui doa yang diminta. yang bermaksud: "Ya Allah ya Tuhanku, luaskanlah rumahku dan berkatilah rezeki kami" (Riwayat Bukhari)

Budaya rumah terbuka berdasarkan hari-hari perayaan tertentu atau bulan-bulan tertentu perlu dielakkan. Hal ini kerana Baitul Muslim bersifat rumah terbuka sepanjang tahun. Rasulullah s.a.w. adalah contoh terpuji yang sentiasa menggalakkan tetamunya datang ke rumah Baginda. Ini kerana tetamu datang membawa keberkatan dan pahala dan apabila pulang mereka menggugurkan dosa-dosa penghuninya keluar rumah.

Sumber Pendapatan Halal

Baitul Muslim mestilah bersifat warak. Warak di sini bermaksud bimbangkan harta-harta yang dikumpulkan atau anak-anak termakan makanan dari sumber yang haram. Di sini Isteri wajar memainkan peranan yang penting menasihati suaminya berhati-hati selalu agar setiap kerja suaminya tidak berpunca daripada hasil yang haram.

Para isteri sahabat-sahabat Nabi selalu berpesan sebelum suami mereka keluar untuk bekerja: "Wahai suamiku bertakwalah kepada Allah dan takutkanlah seksaan api neraka. Sesungguhnya kami tidak izinkan perut kami dan perut anak-anak kami di isi dengan makanan yang haram walaupun sedikit dan kami rela tidak makan walaupun terpaksa berlapar! "

Saturday, March 06, 2004

Baitul Muslim

In The Name of Allah The Most Gracious The Most Merciful

Alhamdulillah....hari ini diriku terasa ingin berkongsi sesuatu dari hasil pembacaan ku dari Majalah I...
Kesibukan membuatkan aku tidak sempat untuk menambah pengisian dalam weblog ku untuk beberapa hari kebelakangan ini...
alhamdulillah hari nie ada kesempatan sedikit untuk menulis, bukan menulis sebenarnya, sekadar berkongsi bahan yang diperolehi dari sebuah makalah tempatan....
insyaALLAH, selepas menulis nie diriku akan ke Johor Bahru untuk satu lagi seisi interview, insyaALLAH...
doakan urusan ku dipermudahkan yer sahabat2 .....

BAITUL MUSLIM

Ciri-ciri Luaran Baitul Muslim

SESUNGGUHNYA rumah secara fizikalnya bukanlah sekadar tempat untuk berlindung daripada panas dan hujan tetapi ia juga mampu melindungi penghuninya daripada unsur-unsur batasan dan tekanan masyarakat baik secara fizikal, mental mahupun rohaninya. Allah SWTberfirman yang bermaksud:

"Dan Allah menjadikan bagi kamu. rumah-rumah (yang kamu dirikan itu) tempat tinggal" (Surah al-Nahl: 80)

Rumah merupakan tempat merehatkan badan dan minda. la adalah masdar yang boleh mencorakkan tatacara atau tingkah laku seseorang Muslim itu. Sekiranya baik rumah tersebut maka baik jugalah individu itu, tetapi apabila keadaannya buruk maka sedikit sebanyak ia akan memberi kesan terhadap sikap dan tingkah lakunya.

Sering kali persoalan ini diutarakan dan kadangkadang berlegar-legar dalam pernikiran kita, apakah bentuk atau ciri-ciri rumah yang menepati sunnah Rasulullah s.a.w. (Baitul Muslim). Sesungguhnya ciri terpenting Baitul Muslim ialah menggalakkan kebahagiaan dan ketenangan sesuai dengan sifat agama Islam itu sendiri. Nabi s.a.w. bersabda yang bermaksud:

"Kegembiraan itu mempunyai empat unsur: isteri yang solehah, rumah yang lapang, jiran yang baik dan tunggangan (kenderaan) yang selesa" (Riwayat Ibn Hibban dalam Sahih)

Untuk mengetahui dengan lebih jelas, berikut ialah antara ciri-ciri Baitul Muslim:

Ciri-ciri luaran Baitul Muslim

Pertama, Islam melindungi kesucian maruah dan harga diri manusia, malah menganggapnya sebagai suci dan tidak boleh dicerobohi. Oleh itu Islam membenarkan pembinaan pagar di sekeliling rumah untuk menghalang sebarang bentuk pencerobohan yang boleh memburukkan keselamatan tuan rumah. Dalam sebuah hadis daripada Abu Daud beliau berkata: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:

"Barang siapa yang menceroboh rumah seseorang tanpa keizinan daripada tuan rumah maka diizinkan baginya mencungkil mata penceroboh tersebut tanpa dikenakan sebarang hukuman" (Riwayat Bukhari)

Sebenarnya pagar yang dimaksudkan di sini tidaklah sebagaimana yang bertaku hari ini. Binaan yang tinggi seolah-olah sengaja dibuat untuk memutuskan hubungan dengan jiran-jirannya yang lain. Ada kalanya bentuk dan perhiasan yang melampau-lampau mendorong kepada unsur pembaziran yang sangat ditegah dalam Islam.

Kedua, Faktor keselesaan penghuninya juga menjadi agenda penting Baitul Muslim. Oleh itu penyediaan ruang untuk halaman rumah atau padang kecfl buat keluarga sangat digalakkan dalam Islam kerana ia akan mempengaruhi tabiat dan watak penghuninya. Hari ini taman kecil dalam halaman rumah sudah menjadi kemestian bagi sesebuah keluarga baik untuk bersantai, membaca ataupun sekadar menenangkan fikiran. Rasulullah s.a.w. pernah berdoa dengan bersungguh-sungguh, sabdanya yang bermaksud:

"Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkatilah rezekiku." Baginda kernudiannya ditanya: "Wahai Rasulullah, mengapa engkau sering memohon perkara ini? Baginda menjawab: "Apakah ada yang lebih baik?" (Riwayat Nasa'i dan Ibn al-Sunni)

Sedar atau tidak rumah yang kecil tanpa mempunyai halaman atau ruang untuk bergerak bebas mudah terdorong kepada masalah. la boleh merumitkan ketegangan kecil yang lazimnya berlaku dalam keluarga. dan menyulitkan kemesraan apatah lagi apabila jurnlah keluarga yang ramai. Untuk melepaskan diri daripada kesesakan dalam rumah, anak-anak akan keluar mencari ketenangan bersama kawan-kawan. Mana kala ibu bapa akan mencari kawan-kawannya untuk melepaskan ketegangan masing-masing, sama ada berkunjung ke rumah jirannya atau bersembang di kedai kopi.

Maka disinilah mereka terlepas daripada pengawasan dan kasih sayang keluarga sehingga terjebak dalam aktiviti yang tidak baik dan mengundang kepada masalah sosial dalam negara.

Ketiga, Islam sangat memberi perhatian kepada apa jua bentuk punca atau sumber pembinaan Baitul Muslim. Ini kerana hal-hal yang berkaitan halal dan haram itu nanti akan menentukan rahmat atau berkatnya sesebuah rumah. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

"Sesungguhnya halal itu jelas dan yang haram juga. jelas dan di antara kedua-duanya ada perkara yang masih diragukan, yang kebanyakan orang ramai tidak mengetahuinya. Orang yang memelihara dirinya daripada. perkara yang syubhah itu samalah seperti orang yang telah melindungi agamanya dan kehormatannya... "

Justeru, Islam melarang sebarang dana yang datang daripada kewangan yang syubhah dan hararn seperti riba dan lain-lain. Pengharaman tersebut juga meliputi unsur-unsur pembaziran atau perbelanjaan di luar keperluan sebenar.

Pernah diriwayatkan bahawa Khalifah Harun al-Rashid pernah ditegur oleh Muhammad bin al-Samak ketika membina rumahnya yang besar seperti kebiasaan pemerintah Abasiyah yang lain. Beliau berkata: "Kalaulah ia datang daripada hartamu, maka engkau termasuk daripada golongan orang yang membazir. Tetapi jika ia datang dari harta orang lain, sesungguhnya engkau termasuk orang yang zalim. Sesungguhnya Allah membenci orang yang zalim. "

Keempat, Baitul Muslim sangat mengutamakan nilai altruisme lebih-lebih lagi mengenai perkara yang bersangkut paut tentang muamalah sesama manusia atau jiran tetangga. Altruisme di sini bermaksud mengutamakan kepentingan orang lain berbanding kepentingan diri sendiri.

Oleh itu, aspek pembinaan Baitul Muslim perlulah mengambil kira kepentingan nitai-nilai bersama dan kerukunan semangat kejiranan serta menghindari apa jua bentuk kezaliman atau penganiayaan terhadap orang lain. Sabda Nabi s.a.w. yang bermaksud:

"Malaikat Jibril sentiasa mengingatkan aku tentang tanggungjawab seseorang terhadap jirannya sehingga. aku menyangka bahawa jiran mungkin akan dijadikan salah seorang waris." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Justeru, pembinaan yang boleh mengganggu, menghalang jalan atau menyempitkan laluan umum sangat ditegah. Begitu juga sekiranya ia boleh menghalang udara atau cahaya daripada sampai ke rumah jiran-jirannya yang lain sangat dilarang dalam Islam.

Kelima, Kebersihan juga merupakan ciri terpenting Baitul Muslim, Rumah yang kecil tetapi dijaga kebersihannya lebih baik daripada rumah yang besar tetapi sukar menguruskan persekitarannya. Ini kerana rumah yang kotor akan memberi kesan kepada tumbesaran ahli keluarga serta melambangkan akhlak dan gambaran yang tidak baik kepada jiran tetangga dan masyarakat umum.

Islam sangat mengutamakan kebersihan dan kesucian sesuai dengan fitrah agama Islam itu sendiri. Aspek kebersihan adalah lambang kepada peribadi dan lambang kepada imannya. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda yang bermaksud:

"Kebersihan itu membawa kepada iman dan iman membawa pemiliknya ke syurga"

Oleh itu Baitul Muslim mestilah bebas daripada sebarang bentuk kekotoran atau sampah sarap. Ini kerana kebersihan fizikal itu merupakan kunci kepada kesucian minda dan jiwa. Apabila persekitaran dalaman dan luaran Baitul Muslim bersih, maka ia akan bebas daripada sebarang kekotoran peribadi dan penyakit fizikal.

Amalan segelintir masyarakat kita yang melonggokkan kotoran dan sampah sarap sehingga bertaburan di halaman rumah bukanlah perbuatan akhIak Muslim. Amalan tersebut dikatakan menyerupai tabiat kaum Yahudi yang sangat di benci oleh Rasulullah s.a.w.

Keenam. Perancangan untuk memilih lokasi rumah juga disebut dalam Islam. Sebaik-baiknya kedudukan atau lokasi Baitul Muslim hendaklah hampir dengan masjid atau surau. Tujuannya supaya mudah untuk ahli keluarga Baitul Muslim melibatkan diri dengan program-program kebajikan atau mengimarah aktiviti-aktiviti pengajian agama atau sekurangkurangnya dapat menjaga solat berjemaah.

Daripada Abi bin Kaab La. berkata, ada seorang lelaki dari kaum Ansar tinggal jauh daripada masjid berbanding jemaah yang lain, Walau bagaimanapun beliau tidak pernah terlewat untuk sama-sama. berjemaah. Maka sahabatnya mencadangkan agar beliau membeli seekor himar yang dapat ditunggangnya bagi memudahkan perjalanannya pada waktu malam dan siangnya. Lalu sahabat ini pun berkata:

"Aku lebih gembira seandainya rumahku hampir dengan masjid namun tidak mengapa asalkan segala kebaikan disebabkan perjalananku yang jauh untuk ke masjid sewaktu pergi dan pulangku diterima Allah Taala." Maka Rasulullah yang mendengarnya menjawab: "Sesungguhnya Allah telah menghimpun semuanya buatmu"

Wednesday, March 03, 2004

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful

Terima kasih saudara Muhannad…
atas keizinan lagu Alarm me – Jalan Dakwah…Syukran Bro!

Alhamdulilah…..ari nie attend satu lagi interview….
betul-betul nervous…
Alhamdulillah…inilah interview pertama ana yg menggunakan totally bahasa Melayu alhamdulillah…..
Dah lah pakai bahasa melayu…
Still gak nervous lagi tu….
Astaghfirullah…..mungkin sbb tidur lewat kut semalam….
Dipanggil membantu oleh abg Shidan…

Tahap nervous ana memang obviouslah ana rasa…
Sampaikan technical question yang senang pon ana tak bulih nak jawab…
Mungkin sbb soalan tu spontan …tu yg buat ana nervous tu ..
Normally we are used to unspontaneous question …. Mcm dalam exam….
kalau abg yg interview tu ada ziarah weblog ana nie kasi chance lah yer??? hehehe :)

Lepas usai interview bila masuk kereta jer ana try figure out balik the technical question..alahai kenapa aku bulih jawab plak nie..td tak nak jawab…takper lah… ada hikmah nyer tu yg kita tak tahu….
Astaghfirullah….hanya mampu berdoa dan bertawakal sahaja selepas ini untuk position di Seremban ini….
Ana prefer kalau dapat kerja di Seremban….sbb senang nak tolong abi n ummi, senang sikit ummi, tak payah depa fikir nak antar my little sis ke sekolah, ke tuisyen, ke aktiviti kadet polisnya….kalau tak sian kat ummi ..penat nak kene antar…..

Pengajaran yang ana perolehi dari seisi interview ari nie….
Be prepared…..tak kira lah whether the question will be on paper or spontaneously…
Biasanya bila attend interview, technical question nie byk on papers…

Tapi one question arise….mcm mana kita nak prepare apa yg bakal ditanya….especially soalan yg spontan nie…
Sbb semasa kita belajar byk yg dipelajari…
Tp which part akan ditanya??
Itu satu persoalan yang sering menghantui orang yang menghadiri interview…
Disebabkan kita tak tahu jadi baiklah kita banyak berdoa dan bertawakal moga-moga ALLAH mempermudahkan urusan kita…
Disamping itu diri ku mestilah lebih bersedia ….
Disamping tu pesanan untuk diriku JANGAN NERVOUS….

Elemen berdoa n bertawakal adalah penting setiap kali kita menghadiri interview dan usai interview…hampir setiap hari IKIM.fm perdengarkan surah al-ghafir:60….
Maka kita sama-samalah berdoa akan segala urusan kita dipermudahkannya….
InsyaALLAH…ada lagi incoming interview….do’akan ana berjaya yer sahabat….ameenn…..

Sambutan Maal Hijrah Surau Al-Amin....
Penceramah Jemputan : Datuk Hassan Din Al-Hafiz
Masa : Lepas Maghrib...
Bagi yang berpeluang menghadirinya marilah sama-sama kita menghadirinya....
insyaALLAH ... jika tiada aral melintang ana akan ke sana bersama abg Shidan a.k.a abg Superman...
MALU

“Dari Abu Mas’ud bin Amru Al-Anshari Al-Badri rh berkata: Telah bersabda Rasullah SAW : Diantaea para Nabi yang terdahulu yang masih dipakai untuk orang ramai (hingga kini) : Jika engkau tidak malu, buat lah sesuka hati mu.” (HR Bukhari)

Hadis ini merupakan satu sindiran yang mempunyai unsur tegahan. Sifat malu adalah merupakan salah atu sifat yang terpuji dan mulia. Sifat malu juga akan dapat membezakan sifat manusia dengan makhluk ALLAH yang lain. Manusia dikurniakan oleh ALLAH dengan akal. Ini membolehkan kita membezakan antara haq dan batil.

Sesuailah, kiranya sifat malu itu menjadi sifat makhluk yang bernama Bani Adam, kerana Bani Adam itu diciptakan Tuhan untuk menguasai alam yang fana ini ( mentadbir). Jika Bani Adam tidak memiliki sifat malu, nescaya dunia yang diwarisinya ini akan menjadi kucar-kacir.

Yang Malu dan Tak Malu

Para ulama bersepakat mengatakan bahawa sifat malu adalah antara sifat baik yang harus disifati oleh manusia yang waras fikirannya dan lurus perjalanannya. Manusia belum boleh dianggap sempurna akhlakny, selagi belum bersifat dengan sifat malu.

Sabda Rasullah SAW : Sifat malu itu segala-galanya baik. Sifat malu itu mendatangkan yang baik semata-mata.

Namun manusia ada yang bersifat pemalu dan tak malu. Ini merupakan satu lumrah. Akan tetapi orang-orang yang bersifat pemalu itu tentulah bilangan nya lebih ramai, jika tidak pasti manusia tidak akan mencapai tamaddun seperti yang kita miliki di masa kini. Walaubagaimanapon pengaruh tidak malu itu tetap mencabar susunan masyarakat dunia hari ini terutamanya dalam masa akhir-akhir ini. Yang menjadi lebih mengaibkan dan kurang sedap didengar sifat tidak malu ini telah hadir dalam diri golongan orang-orang professional dan juga mereka yang mempunyai pendidikan yang boleh dikategorikan tinggi. Dimanakan silapnya semua ini????

Kategori sifat Malu

Terdapat satu hadis dhaif yang tidak dapat sy ketengahkan disini sumbernya kerana kekurangan sumber maksudnya : jika Allah kehendakkan kecelakaan ke atas seseorang hambaNYA, nescaya dicabutkan daripadanya perasaan malu. Apabila seseorang itu sudah tidak berperasaan malu lagi, maka ia akan melakukan perbuatan dengan sewenang-wenangnya, menurut kehendak hati dan hawa nafsunya. Ketika itulah ia akan mendapat kutukan Tuhan dan menerima seksaan yang berat…

Sifat malu boleh dikategorikan kepada 3, antaranya
1. Malu kerana menjaga tertib diri dan sopa-santun
2. Malu kerana mencegah perkara-perkara yang mungkar
3. Malu kerana belajar sesuatu hokum syariat.

Malu kerana menjaga tertib diri dan sopa-santun

Apabila kita bergaul dengan orang ramai, kita memang dituntut untuk menjaga tertib dan kesopanan dalam percakapan, dalam pelakuan dan dalam gerak-geri. Disitulah letaknya tinggi rendah budipekerti dan akhlak seseorang.
Orang yang tidak malu atau tidak bersopan mengucapkan kata-kata yang keji atau berkelakuan rendah dalam majlis-majlis atau perkumpulan orang ramai, tentu peribadinya dicela dan tidak dihormati, malah dihina dan dibenci. Oleh yang demikian sebagai seorang muslim kita hendaklah sama-sama menjaga diri dalam pergaulan dengan masyrakat.

Malu kerana Mencegah perkara-Perkara Mungkar

Dalam kehidupan kita seharian kita tidak akan terleps dari melihat perkara-perkara mungkar yang berlaku dihadapan kita atau dibelakang kita. Berdiam diri tanpa melakukan apa-apa menunjukkan keimanan kita masih rendah. Setiap muslis bertanggungjawab mencegah perbuatan mungkar dengan sedaya upaya, sama ada dengan tangan, percakapan atau hati.

Ahli keluarga dan Sahabat-sahabat merupakan manusia yang rapat dengan kita, kadangkala kita merasa malu untuk menegur mereka jika kita dapati mereka melakukan kesilapan. Perasaan ini harus kita kikis agar kita dapat membawa mereka kejalan yang diredhaiNYA. Jika kita tiada perasaan terhadap mereka apabila mereka melakukan kesilapan ini menunjukkan kita seakan-akan redha dengan apa yang dilakukannya. Bagi masyarakat disekeliling kita, bagi yang tidak berkemampuan untuk menegur, cegah lah dengan hati. Dan salah satu cara yang boleh kita laksanakan ialah mendoakan mereka agar mematuhi dan mentaati perintah ALLAH. Itulah selemah-lemah iman.

Malu kerana Belajar Hukum Syariat.

Malu yang tidak harus dilakukan ialah malu kerana hendak bertanya sesuatu hokum agama yang kita tidak ketahui, sedangkan ia sering kita laksanakan. Umpamanya solat, zakat, puasa, haji dsb. Maka dalam hal-hal seumpama ini kita tidak seharus nya malu. Ini boleh dikategorikan sebagai malu yang tidak kena pada tempatnya. Perkara-perkara ini keseluruhannya berkaitan dengan hal-hal agama dan ibadat, kita seharus nya berusaha untuk mendapat kan sebanyak mungkin ilmu bagi menjelaskan kekaburan atau kesamaran yang kita lalui. Jika kita membuat sesuatu ibadat dengan cara yang silap, tentulah ibadat kita akan tertolak. Ini bakal mengundang bahaya besar bagi kita kelak di Yaumul Qiyamah.

Hakikat Malu Yang Sebenarnya

Adapon hakikat malu yang khusus ialah malu kepada our Khaliq. Malu kepada ALLAH. Allah telah menciptakan kita dari tiada kepada ada, dan kemudian diberikannya kita pelbagai nikmat yang tidak terhitung oleh kita, mata, telinga, hidung, segala jenis pancaindera, rezeki kurniaan NYA yang melimpah ruah, nikmat sihat, dan terlalu banyak untuk digarapkan disini. Jadi perasaan malu itu harus lah ada terhadap ALLAH. Apakah wajar kita melakukan kemungkaran dan melanggar segala perintahnya setelah DIA mengurniakan nikmat infiniti ini? Jika kita manusia yang tahu mengenang budi dan pandai menghargai nikmat yg dikurniakan oleh ALLAH ini sudah pasti kita akan berusaha sebaik mungkin untuk menghindari segala perkara yang boleh menyebabkan kemurkaanNYA. Malah jika kita benar-benar menghargai nikmat kurniaannya, kita akan ruku’ dan sujud serta patuh dengan segala perintahNYA.

Sabda Rasullah SAW : Bersikap malulah kepada ALLAH dengan sebenar-benar malu! Para sahabat menjawab : alhamdulillah, kita semua memang bersifat malu terhadap ALLAH. Berkata Nabi SAW Bukan itu yang saya maksudkan.Tetapi malulah kepada ALLAH dengan hakikat malu itu ialah: Bilamana anda memelihara kepala dan apa yang didengarnya, anda memelihara perut apa yang dikandungnya, dan anda mengingati maut dengan bencananya. Maka barangsiapa yang telah berbuat demikian, maka dia telah malu kepada ALLAH dengan sebenar-benar malu. (HR Tarmidzi)

KESIMPULAN HADIS

Sebagai seorang muslim kita harus ada perasaan malu terhadap Pencipta kita, dengan mematuhi segala suruhanNYA dan meninggalkan segala laranganNYA.

Perasaan malu sesama manusia juga perlu hadir dalam diri setiap insan dengan menjaga kesopanan sesama manusia.

Wallahu ‘alam

Monday, March 01, 2004

Kelas Sains

In The Name of Allah The Most Gracious Most Merciful.

Mulai hari ini, ana rasa akan menulis coretan macam dulu kembali…
On the top will be the last entry….
Bukan apa …..diri ini baru belajar berjinak-jinak dengan penulisan di alam maya…
I found a bit difficult to post an entry using geocities…
InsyaALLAH every new entry will be mentioned in the front page…
In the scrolling marquee…located at the bottom of my front page … atas button coretanku

Last night when I was surfing I found quite an intresting article....
especially the last part of the article..
kalau sahabat-sahabat tak berkesempatan nak baca yang panjang cuba baca start dari yang ana Boldkan .....
menarik....
tetiba ana teringat satu artikel mengenai kulit dan tamparan....
subhanallah....the second muslim point out a good hujah...


In a SCIENCE class……

The atheist professor of philosophy pauses before his class and then asks one of his new students to stand.
"You're a Muslim, aren't you, son?"

"Yes, sir."

"So you believe in God?"

"Absolutely."

"Is God good?"

"Sure! God's good."

The atheist professor of philosophy pauses before his class and then asks
one of his new students to stand.

"You're a Muslim, aren't you, son?"

"Yes, sir."

"So you believe in God?"

"Absolutely."

"Is God good?"

"Sure! God's good."

"Is God all-powerful? Can God do anything?"

"Yes."

The professor grins knowingly and considers for a moment.
"Here's one for you. Let's say there's a sick person over here and you can
cure him. You can do it. Would you help them? Would you try?"

"Yes sir, I would."

"So you're good...!"

"I wouldn't say that."

Why not say that? You would help a sick and maimed person if you could in
fact most of us would if we could... God doesn't.

[No answer]

He doesn't, does he? My brother was a Muslim who died of cancer even though
he prayed to God to heal him. How is this God good? Hmmm? Can you answer
that one?"

[No answer]
The elderly man is sympathetic. "No, you can't, can you?" He takes a sip of
water from a glass on his desk to give the student time to relax. In
philosophy, you have to go easy with the new ones.

Let's start again, young fella."

"Is God good?"

"Er... Yes."

"Is Satan good?"

"No."

"Where does Satan come from?"

The student falters.
From... God...

That's right. God made Satan, didn't he? The elderly man runs his bony
fingers through his thinning hair and turns to the smirking, student audience.

"I think we're going to have a lot of fun this semester, ladies and gentlemen."

He turns back to the Muslim. "Tell me, son. Is there evil in this world?"

"Yes, sir."

"Evil's everywhere, isn't it? Did God make everything?"

"Yes."

Who created evil?

[No answer]
Is there sickness in this world? Immorality? Hatred? Ugliness? All the
terrible things - do they exist in this world?"

The student squirms on his feet. "Yes."

Who created them? "

[No answer]
The professor suddenly shouts at his student.

"WHO CREATED THEM? TELL ME, PLEASE!"

The professor closes in for the kill and climbs into the Muslim's face. In
a still small voice: "God created all evil, didn't He, son?"

[No answer]

The student tries to hold the steady, experienced gaze and fails. Suddenly
the lecturer breaks away to pace the front of the classroom like an aging
panther.

The class is mesmerised.

"Tell me," he continues, How is it that this God is good if He created all
evil throughout all time?

The professor swishes his arms around to encompass the wickedness of the
world.All the hatred, the brutality, all the pain, all the torture, all the
death and ugliness and all the suffering created by this good God is all
over the world, isn't it, young man?

[No answer]

Don't you see it all over the place? Huh? Pause.

"Don't you?"
The professor leans into the student's face again and whispers, Is God good?"

[No answer]

"Do you believe in God, son?"

The student's voice betrays him and cracks.
"Yes, professor. I do."

The old man shakes his head sadly. "Science says you have five senses you
use to identify and observe the world around you. You have never seen God,
Have you?

"No, sir. I've never seen Him."

"Then tell us if you've ever heard your God?"

"No, sir. I have not."

"Have you ever felt your God, tasted your God or smelt your God...in fact,
do you have any sensory perception of your God whatsoever?"

[No answer]
"Answer me, please."

"No, sir, I'm afraid I haven't."

"You're AFRAID... you haven't?"

"No, sir."
"Yet you still believe in him?"

"...yes..."

"That takes FAITH!" The professor smiles sagely at the underling. According
to the rules of empirical, testable, demonstrable protocol, science says
your God doesn't exist. What do you say to that, son? Where is your God now?"

[The student doesn't answer]

"Sit down, please."

The Muslim sits...Defeated.

Another Muslim raises his hand. "Professor, may I address the class?"

The professor turns and smiles. "Ah, another Muslim in the vanguard! Come,
come, young man. Speak some proper wisdom to the gathering."

The Muslim looks around the room. "Some interesting points you are making,
sir. Now I've got a question for you.

"Is there such thing as heat?"

Yes, the professor replies. "There's heat."

"Is there such a thing as cold?"

"Yes, son, there's cold too."

"No, sir, there isn't."

The professor's grin freezes. The room suddenly goes very cold. The second
Muslim continues.

You can have lots of heat, even more heat, super-heat, mega-heat, white
heat, a little heat or no heat but we don't have anything called 'cold'.

We can hit 458 degrees below zero, which is no heat, but we can't go any
further after that. There is no such thing as cold, otherwise we would be
able to go colder than 458 - - You see, sir, cold is only a word we use to
describe the absence of heat. We cannot measure cold.

"Heat we can measure in thermal units because heat is energy. Cold is not
the opposite of heat, sir, just the absence of it. "Silence. A pin drops
somewhere in the classroom.

"Is there such a thing as darkness, professor?"

"That's a dumb question, son. What is night if it isn't darkness?

What are you getting at...?

"So you say there is such a thing as darkness?"

"Yes..."

"You're wrong again, sir. Darkness is not something, it is the absence of
something. You can have low light, normal light, bright light, flashing
light but if you have no light constantly you have nothing and it's called
darkness, isn't it? That's the meaning we use to define the word. In
reality, Darkness isn't. If it were, you would be able to make darkness
darker and give me a jar of it. Can you...give me a jar of darker darkness,
professor?"

(Mcm mana lah bleh jadi professor mamat tu...:), dah kena first time tapi masih tak bulih nak predict the next situatioan
Memang betollah apa yg the muslim said, darkness is the absence of light)

Despite himself, the professor smiles at the young effrontery before him.
This will indeed be a good semester.
"Would you mind telling us what your point is, young man?"

"Yes, professor. My point is, your philosophical premise is flawed to start
with and so your conclusion must be in error...."

"The professor goes toxic. "Flawed...? How dare you...!"
"Sir, may I explain what I mean?"

The class is all ears.

"Explain... oh, explain..." The professor makes an admirable effort to
regain control. Suddenly he is affability itself.

He waves his hand to silence the class, for the student to continue.

"You are working on the premise of duality," the Muslim explains. That for
example there is life and then there's death; a good God and a bad God. You
are viewing the concept of God as something finite, something we can
measure. Sir, science cannot even explain a thought. It uses electricity
and magnetism but has never seen, much less fully understood them. To view
death as the opposite of life is to be ignorant of the fact that death
cannot exist as a substantive thing.

"Death is not the opposite of life, merely the absence of it." The young
man holds up a newspaper he takes from the desk of a neighbor who has been
reading it.

"Here is one of the most disgusting tabloids this country hosts, professor.

"Is there such a thing as immorality?"
"Of course there is, now look..."

"Wrong again, sir. You see, immorality is merely the absence of morality.
Is there such thing as injustice? No." Injustice is the absence of justice.

Is there such a thing as evil?" The Muslim pauses. "Isn't evil the absence
of good?"
The professor's face has turned an alarming colour. He is so angry he is
temporarily speechless.

The Muslim continues. "If there is evil in the world, professor, and we all
agree there is, then God, if he exists, must be accomplishing a work
through the agency of evil. What is that work, God is accomplishing? Islam
tells us it is to see if each one of us will, choose good over evil."

The professor bridles. "As a philosophical scientist, I don't vie this
matter as having anything to do with any choice; as a realist, I absolutely
do not recognize the concept of God or any other theological factor as
being part of the world equation because God is not observable." - egonya dia nie -

"I would have thought that the absence of God's moral code in this world is
probably one of the most observable phenomena going," the Muslim replies.

antara part yg ana suka...
"Newspapers make billions of dollars reporting it every week! Tell me,
professor. Do you teach your students that they evolved from a monkey?"

"If you are referring to the natural evolutionary process, young man, yes,
of course I do."

"Have you ever observed evolution with your own eyes, sir?"

The professor makes a sucking sound with his teeth and gives his student a
silent, stony stare.

"Professor. Since no-one has ever observed the process of evolution at work
and cannot even prove that this process is an on-going endeavour, are you
not teaching your opinion, sir? Are you now not a scientist, but a priest?"

"I will overlook your impudence in the light of our philosophical
discussion. Now, have you quite finished?" the professor hisses.

"So you don't accept God's moral code to do what is righteous?"

"I believe in what is - that's science!"

"Ahh! SCIENCE!" the student's face splits into a grin.

"Sir, you rightly state that science is the study of observed phenomena.
Science too is a premise which is flawed..."

"SCIENCE IS FLAWED..?" the professor splutters.

The class is in uproar. The Muslim remains standing until the commotion has
subsided.

"To continue the point you were making earlier to the other student, may I
give you an example of what I mean?"

The professor wisely keeps silent. The Muslim looks around the room. "Is
there anyone in the class who has ever seen air, Oxygen, molecules, atoms,
the professor's brain?"

The class breaks out in laughter. The Muslim points towards his elderly,
crumbling tutor.

Is there anyone here who has ever heard the professor's brain... felt the
professor's brain, touched or smelt the professor's brain?"

No one appears to have done so. The Muslim shakes his head sadly. It
appears no-one here has had any sensory perception of the professor's brain
whatsoever. Well, according to the rules of empirical, stable, demonstrable
protocol, science, I DECLARE that the professor has no brain."

NOW IT IS EVERYONE'S CHANCE TO LEARN MORE ABOUT ISLAM, ABOUT GOD, ABOUT THE
PURPOSE OF Existence, creation & life, ABOUT THE PROPHETS OF GOD, & ABOUT
HIS HOLY BOOKS, ESPECIALLY THE HOLY QUR'AAN. THEN IT IS YOUR CHOICE TO
BECOME A MUSLIM, OR NOT. ALLAH SAYS IN THE HOLY: "THERE IS NO COMPULSION IN
RELIGION "

Let there be no compulsion in religion: Truth stands out clear from Error: whoever rejects Evil and believes in Allah hath grasped the most trustworthy hand-hold, that never breaks. And Allah heareth and knoweth all things.
Allah is the protector of those who have faith: from the depths of darkness He will lead them forth into light. Of those who reject faith the patrons are the Evil Ones: from light they will lead them forth into the depths of darkness. They will be Companions of the Fire, to dwell therein (forever). ( Al-Baqarah:256-257)