Wahai Tuhan kami, berilah kami beroleh dari isteri-isteri dan zuriat keturunan kami : Perkara-perkara yang menyukakan hati melihatnya dan jadikanlah kami imam ikutan bagi orang-orang yang (mahu) bertakwa. (Al-Furqan:74) akhifaizul Blogging Portal


Saturday, April 08, 2006

Ketenangan Jiwa

A. Tidak ada Kebahagian, kalau tiada Ketenangan
Pada suatu hari, ketika itu saya masih muda. Saya mem buat sebuah jadual (daftar) tentang kesenangan hidup, sebagai yang biasa dan diketahui umum. Di situ saya cantumkan beberapa keinginan keduniaan iaitu; kesihatan, kecintaan, bakat, kekuatan, kekayaan dan kemasyhuran. Lalu saya kemukakan daftar itu kepada seorang ahli fikir yang telah tua. Katanya: “Daftar ini bagus, dan letak susunan tidak mengapa. Tetapi yang dilihat bagi saya, engkau melupakan suatu pokok yang terpenting. Daftar akan menjadi gagal semuanya, kalau perkara pokok itu tidak ada. Lalu diambilnya pena dan ditulisnya pada seluruh daftar itu dua kalimah: “Ketenangan Jiwa”

Selanjutnya dia mengatakan: “Pokok (ketenangan jiwa) adalah sesuatu yang disimpan oleh Allah untuk diberikannya kepada orang-orang pilihanNya. Sesungguhnya banyak orang yang diberi Allah kepintaran, kesihatan dan harta yang banyak, serta tidak jarang pula kemasyhuran. Tetapi ketenangan jiwa hanya dikurniakan oleh Allah dengan ukuran dan terbatas. Seterusnya orang tua itu memberikan penjelasan: “Ini bukan pendapat saya sendiri, melainkan saya ambil dari pendapat ahli-ahli fikir. Semua mereka mendo'a: “Biarlah ya Tuhan segala kesenangan dunia ini terletak di bawah tapak kaki orang orang bodoh. Dan kepadaku, berikanlah hati yang tidak pernah bergoncang!”

Ketika itu saya merasa keberatan menerima pendapat yang demikian. Tetapi sekarang, sesudah setengah abad dalam pengalaman dan penelitian, saya merasa dan mengaku, bahawa ketenangan jiwa adalah tujuan yang utama dalam hidup ini. Sekarang saya menyedari bahawa segala kelebihan yang lain itu, tiada selamanya diperlukan untuk memperoleh ketenangan. Saya melihat ketenangan jiwa itu boleh diperoleh tiada dengan pertolongan harta, bahkan tiada pula dengan pertolongan kesihatan. Dari pengaruh ketenangan itu, pondok kecil boleh berubah menjadi istana yang besar. Dengan tiadanya ketenangan, istana raja menjadi sangkar dan rumah penjara.

Demikianlah pengalaman, pengalaman menyatakan bahawa dalam hidup ini tidak ada nikmat yang lebih mahal harganya, lebih utama dan lebih menguntungkan, selain dari ketenangan jiwa dan ketenteraman hati.

B. Tidak ada Ketenangan, Jika tiada Iman
Tidak diraguil lagi, bahawa ketenangan jiwa menjadi sumber pertama untuk memperoleh hidup bahagia. Tetapi bagaimana jalan untuk mencapai ketenangan, kalau dia bukan sesuatu yang dapat dihasilkan oleh kecerdasan dan pengetahuan bukan oleh kesihatan dan kekuatan, bukan oleh harta dan kekayaan, bukan dengan tuah dan kemasyhuran dan bukan pula oleh berbagai bagai kesenangan kebendaan? Dengan tegas dapat dijawab bahawa ketenangan jiwa itu hanya satu sumbernya, dan tidak ada duanya, iaitu IMAN dengan Allah dan hari akhirat, dengan keimanan yang benar dan mendalam, tidak dicampuri ragu ragu dan kepalsuan.

Perjalanan hidup ini telah memberikan pelajaran kepada kita, bahawa kebanyakan orang yang dilamun keluh kesah, kesempitan dan kegoncangan batin, merasa sepi dan tidak mempunyai apa apa, hanyalah orang orang yang tidak memperoleh nikmat iman dan keyakinan. Hidup mereka tiada rasa dan tiada perisa, hambar dan kosong, walaupun mereka dilingkungi kelazatan dan kemewahan.

Ketenangan jiwa itu adalah hembusan dari langit, diturun kan ke dalam hati orang yang beriman dari penduduk bumi, supaya mereka berhati teguh di kala orang banyak mengalami kegoncangan, mereka yakin ketika ramai orang penuh keraguan, mereka sabar ketika ramai orang telah berkeluh kesah dan mereka berlapang dada, ketika ramai orang telah cemas.

Ketenangan serupa inilah yang memenuhi jiwa Rasulullah Sallalahu 'alaihi wasallam di hari hijrah bersama dengan Abu Bakar Radiyallahu'anhu; tiada perasaan cemas dan dukacita, tiada tekanan ketakutan dan kegentaran, tiada digoncangkan oleh ragu ragu dan keluh kesah. Disebutkan keadaannya dalam firman Allah Ta'ala: “….sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: `Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.` Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quraan menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At-Taubah:40)

Ada orang yang bertanya: “Mengapa orang beriman lebih berhak merasakan ketenangan jiwa dan ketenteraman hati?” Apa sebab ketenangan itu tidak diperoleh manusia dalam 'ilmu pengetahuan, kebudayaan dan falsafah? Atau dalam apa apa yang dihasilkan oleh teknologi moden, yang menghasilkan alat alat yang dapat mempermudah dan memperindahkan kehidupan? Jawabnya memerlukan sedikit penjelasan, supaya terang sebab musabab dan hukum yang berlaku mengenal kejiwaan, sehingga jelas apa yang menyebabkan orang beriman lebih berhak memperoleh ketenangan dan ketenteraman.

C. Orang Beriman Memperkenankan Panggilan Fitrah
Asbab yang pertama, orang beriman itu memperoleh ketenangan ialah kerana dia menempuh jalan hidup yang sesuai dengan fitrah (kemanusiaan) yang ditanamkan Allah dalam jiwa manusia. Fitrah kemanusiaan itu kosong, tidak dapat dipenuhi oleh 'ilmu, peradaban dan falsafah, dan hanya dapat dipenuhi oleh KEIMANAN kepada Allah. Fitrah manusia merasa lapar dan dahaga, dan hanya dapat dipuaskan dengan mengetahui Allah, beriman dan menghadapkan tujuan kepadaNya. Ketika itu, baru kemanusiaan merasa berhenti dari kelelahan, puas dari dahaga, kenyang dari lapar dan aman dari ketakutan. Baru dia tahu dan menampak jalan raya kehidupan yang perlu ditempuh, dalam menuju tujuan yang terang. Di situ baru dia mengenali akan dirinya, mengetahui tujuan perjalanan hidupnya, mengetahui tugas dan kewajiban terhadap Tuhan yang menciptakannya.

Tiada dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan apabila seseorang tidak mengenali akan Tuhannya dan tidak bukan hanya dengan mengingkari kewujudan Allah atau enggan menyembahNya, melainkan lebih banyak dengan menghadapkan sembahan kepada selain Allah atau mempersekutukan Allah dengan makhluk makhluk yang ada di langit atau di bumi. Oleh sebab itu, tugas utama bagi Rasul rasul sepanjang zaman, ialah membetulkan sembahan manusia, dari menyembah makhluk kepada memuja Khaliq, sehingga hal itu menjadi seruan pertama dari rasul-rasul kepada kaumnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): `Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu`, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl:36)

Sebagai kesimpulan, manusia itu tidak boleh hidup tanpa mempunyai kepercayaan, mempercayai Tuhan yang dibesarkan dan dimuliakan, ditakuti dan ditumpahkan harapan kepadaNya. Kalau dia tidak percaya kepada Allah dan tidak memuja kepadaNya, nescaya dia akan memuia kepada selain Allah, disedarinya atau tidak. Siapa yang menyembah Allah, dia tiada akan memuja dan tiada akan tunduk kepada selain Allah. Dengan demikian, kehidupannya sejalan dengan fitrah kemanusiaan, yang ditanamkan Tuhan dalam jiwanya. Oleh sebab itu, dia memperoleh ketenangan dan ketenteraman dalam hidupnya.

Artikel Oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi dari buku bertajuk al-Iman wa al-Hayat

Nota Kaki:
1. Jadual Kuliah Sekitar Bandar Baru Bangi dan Kajang untuk Bulan April 2006
2. Jadual Kuliah Dr Asri Zainul Abidin untuk bulan April 2006 di sekitar Lembah Klang.
--------------------------------------------------------------

“….. dan apa-apa yang kamu nafkahkan dijalan kebaikan, nescaya Tuhan akan menggantinya. Dia Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Saba’:39)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home